Aku menghela napas. “Bagaimana dengan Mas Pras tadi? Lancar-lancar saja?” tanya Warni kemudian. “Kami berjanji akan pulang sama-sama, War,” jelasku. “Pulang ke desa?” “Ya.” “Kapan?” “Mungkin Rabu nanti. Mas Pras janji akan menjemputku Rabu pagi.’ “Akan berapa …
Selengkapnya »Arsip Menandai: Pelacur
Maaf, Aku Terpaksa Jadi Pelacur (64)
Sentuhan di bibir itu terjadi berulangkali. Setiap kali kurasakan sentuhan, setiap kali pula aku membalasnya. “Bagaimana kalau kain-kain di badanmu ini dilepas?” bisik Mas Pras di telingaku. Aku tahu apa yang ia maksudkan. “Terserah Mas Pras sajalah,” …
Selengkapnya »Maaf, Aku Terpaksa Jadi Pelacur (63)
Kangen berat? Ha, kata-kata seperti ini dulu selalu diucapkan Mas Pras kepadaku. Dan, sepuluh tahun lebih kemudian, kata-kata seperti itu diucapkannya lagi. Kalau dulu, hatiku berbunga-bunga mendengarkan kata-kata yang menyenangkan seperti itu. Kini pun demikian. Mendengarkan ia …
Selengkapnya »Maaf, Aku Terpaksa Jadi Pelacur (62)
Belum sempat Warni berbicara lagi, di depan teras sudah muncul Mas Pras. Karena asyik berbicara dengan Warni, sampai-sampai aku tidak melihat Mas Pras datang. Mas Pras tersenyum melihat aku dan Warni seperti terkejut ketika menyadari ia sudah …
Selengkapnya »Maaf, Aku Terpaksa Jadi Pelacur (61)
MALAM Minggu yang kutunggu itu tiba. Sejak sore aku sudah bersiap-siap menunggu kedatangan Mas Pras. Aku mandi lebih awal dari biasanya. Warni hanya tertawa melihat tingkahku itu. “Ha….. gara-gara sang pangeran mau datang, sang putri pun mandi …
Selengkapnya »Maaf, Aku Terpaksa Jadi Pelacur (60)
Aku masih belum bisa menjawab. Isakku makin mengencang. Tubuhku seakan terguncang dibuatnya. “Sudahlah, jangan menangis. Sekarang katakan pada Mami, kenapa kau tadi sampai bersikap seperti itu?” bujuk Mami Narti, seperti seorang ibu sedang membujuk gadis kecilnya yang …
Selengkapnya »Maaf, Aku Terpaksa Jadi Pelacur (59)
Lelaki itu semakin gugup. Kepanikan terlihat jelas di wajahnya. Ia tentu sangat terkejut mendengar kata-kataku itu. Kata-kata itu tentu di luar dugaannya. Ia pasti tidak mengira jika aku akan mengatakan tentang larangan bagi petugas, seperti tentara dan …
Selengkapnya »Maaf, Aku Terpaksa Jadi Pelacur (58)
Di teras memang tidak ada siapa-siapa. Namun di ruang tamu berkumpul beberapa orang. Ada Mami Narti, Wiwien, Erna dan Lisa. Dan, darahku tersirap. Lelaki itu juga berada di situ! Warni yang menyadari hal itu cepat-cepat menarik lenganku. …
Selengkapnya »Maaf, Aku Terpaksa Jadi Pelacur (57)
Warni tertawa. Tapi suara tawanya nyaris tenggelam oleh irama musik dangdut yang berdentang dari salah satu kopel di dekat warung bakmi. “Kok tertawa?” tanyaku. “Ternyata kau masih mencintai Mas Pras. Meskipun kau sudah sempat bersuami, tapi benih-benih …
Selengkapnya »Maaf, Aku Terpaksa Jadi Pelacur (56)
Warni masih tetap menggandeng tanganku. Kesibukan dan suasana ramai di kopel-kopel, serta tegur sapa para tamu yang berpapasan di jalan seputar komplek itu, tidak mampu menghapus gemuruh di dadaku. “Kita jajan bakmi saja, Yat,” kata Warni ketika …
Selengkapnya »