Sastra bulan purnama edisi 158 akan diisi peluncuran buku puisi, yang disebutnya sebagai Kitab Puisi Tiga Bait, atau sering disingkat menjadi Putiba. Karena puisinya memang terdiri dari tiga bait. Peluncuran Kitab Puisi Tiga Bait ini akan diselenggarakan, Sabtu, 23 Novembeer 2024, pkl. 15.30 di Kampus STPMD “APMD” Jl. Timoho No.317, Baciro, Kec. Gondokusuman, Kota Yogyakarta, Daerah Istimewa Yogyakarta 55225. Tajuk dari acara ini ‘Purnama di Latar Timoho’.
“Tajuk dari acara ini merupakan gabungan dari tiga kata. Kata Purnama diambil dari Sastra Bulan Purnama, kata latar diambil dari judul Kitab Puisi Tiga Bait, yang berjudul Latar Yogya, dan Timoho, adalah nama tempat di mana STPMD ‘APMD’ berlokasi’,ujar Ons Untoro, koordinator Sastra Bulan Purnama.
Wakil Direktur STPMD ‘APMD’, Tri Agus Susanto Siswowijarjo menyebutkan, dua kali di bukan November, yaitu November tahun 2023, dan kali ini November 2024, Sastra Bulan Purnama berinteraksi dengan perguruan tinggi, dalam hal ini STPMD.
“Kampus di mana saya mengabdikan ilmu, membuka ruang terhadap pertunjukkan sastra sebagai bentuk dari pengembangan literasi, dan STPMD sangat peduli pada pengembagan literasi,” kata Tri Agus Susanto Siswowiharjo, yang biasanya dipanggil Tass.
Kitab Puisi Tiga Bait yang diberi judul ‘Latar Yogya’, ditulis oleh 54 penulis yang berasal dari berbagai kota di Indonesia. Dari 54 penulis, tidak semuanya bisa hadir. Beberapa yang akan hadir dan membacakan puisi tiga bait karyanya, diantaranya Tengsoe Tjahjono (Malang), Yonas Suharyono, Warsono Abi Azzam (Cilacap), Bambang Widiatmoko (Bekasi), Ida Nur Chasanah (Surabaya), Herry (Lamongan), Ari Basuki, Heru Marwata, Ida Yani, Menik Sithik, Yuliani Kumudaswari, Sri Rahmayati (Yogyakarta), dan pembaca tamu Sri Surya Widati, Bupati Bantuk periode 2010-2015. Joshua Igho, seorang penyair akan memainkan keybord, untuk mengiringi pembaca puisi dan yang akan mengisi lagu2.
Tengsoe Tjahjono, pengajar Fakultas Ilmu Budaya (FIB) Universitas Brawijaya, Malang, inisiator Putiba mengatakan, dalam antologi puisi ‘Latar Yogya’ kita diajak untuk merenungkan kehidupan sehari-hari di Yogyakarta melalui lensa sosiologi dan budaya. Puisi2 ini menawarkan perspektif yang kaya akan dinamika sosial dan keunikan budaya kota yang dikenal sebagai pusat kebudayaan Jawa.I
“Melalui tiga bait yang padat dan bermakna, para penyair membawa kita menyelemi berbagai aspek kehidupan di Yogyakarta, mulai dari interaksi manusia dengan alam, kenangan yang tertinggal di pantai, hingga kebanggan yang terjaga di tengah kota tua,” ujar Tengsoe Tjahjono.
Sebelum membawa Kitab Puisi Tiga Bait, Tengsoe Tjahjono, beberapa tahun lalu pernah membawa pentigraf di Sastra Bulan Purnama. Pentigraf kependekan dari cerpen tiga paragraf. Tengsoe memang sedang mencari formula penulisan sastra, dalam hal ini puisi dan cerpen dalam paragaf yang tidak banyak. Pentigraf dan putiba adalah dua formula yang terus dikembangkannya.
“Sastra Bulan Purnama memberi ruang berbagai formula dan genre sastra. Berbagai bunga diberi ruang untuk berkembang di Sastra Bulan Purnama,” kata Ons Untoro. (*) .