“Warga burung di hutan sebaiknya mengadakan pertemuan untuk mempersatukan diri. Kita harus membuat suatu kegiatan, demi menunjukkan eksistensi sebagai warga penghuni hutan,” ujar murai suatu pagi kepada burung-burung yang lain.
“Aku setuju. Itu ide yang baik,” dukung burung perkutut.
“Tapi siapa yang akan memimpin pertemuan itu nanti?” tanya parkit sambil mengepak-ngepakkan sayapnya yang kecil.
“Bagaimana kalau kita minta si elang saja yang memimpinnya nanti. Aku yakin si elang pasti mau. Apalagi kegarangannya memang pantas untuk jabatan itu,” kata murai lagi.
Perkutut dan parkit setuju. Demikian pula burung beo dan sejumlah burung lainnya. Hanya gagak yang tidak setuju.
“Seharusnya yang suaranya keras dan nyaring saja yang ditunjuk memimpin pertemuan. Elang itu suaranya tidak keras, bahkan jelek. Jadi dia tidak pantas memimpin rapat. Kalau mau banding-bandingkan suara, masih lantang suaraku,” ujar burung gagak.
“Yang penting suaranya berwibawa dan dia cukup disegani. Coba siapa di antara kita yang tidak segan kepada si elang? Kita semuanya segan, kan?” timpal parkit.
“Ya, terserahlah. Aku hanya sekadar usul,” akhirnya gagak mengalah.
Murai, perkutut, beo dan parkit sepakat untuk menjadi motor penggerak pertemuan. Murai mendapat tugas memberitahu elang, agar bersedia memimpin pertemuan.
Sedang lainnya mendapat tugas menyebarkan pemberitahuan acara pertemuan yang sudah ditentukan waktunya itu. Yang pasti, waktu pertemuan itu siang hari.
Elang ternyata bersedia. Ini terbukti dengan tampilnya elang di depan forum sebagai pemimpin pertemuan.
Di awal pertemuan, elang memerintahkan murai untuk mengabsen para burung yang hadir maupun tidak hadir dalam pertemuan. Ternyata hanya burung hantu saja yang tidak hadir.
“Apakah ada yang tahu, kenapa burung hantu tidak hadir pada pertemuan ini?” tanya elang.
“Tidaaakkk!” jawab para burung serentak.
“Mungkin dia malas,” ujar yang lain.
“Ya, dia memang malas. Tadi saya lihat, dia masih ngorok. Tidur. Sudah saya bangunkan, tapi tetap tidur lagi,” sambung burung punai.
Pertemuan pertama para burung itu menghasilkan keputusan bahwa mereka sepakat mengangkat elang sebagai pemimpin atau ketua persatuan burung-burung.
Kemudian ditetapkan adanya pertemuan lagi. Pada pertemuan berikutnya, dijadwalkan akan diadakan kegiatan lomba berkicau. Semua warga burung diharuskan hadir dalam pertemuan kedua itu nanti.
“Bagi yang tidak hadir akan dikenakan sanksi,” seru elang.
“Aduh, ada sanksinya juga?” tanya burung balam.
“Ya, pasti. Kalau tidak ada sanksinya, nanti bisa-bisa yang hadir pada pertemuan berikutnya hanya sedikit,” tandas elang.
“Siap….siap. Aku pasti hadir. Apalagi nanti akan ada lomba berkicau, aku akan ikut lomba itu,” timpal burung ketilang. (SUTIRMAN EKA ARDHANA/BERSAMBUNG)