Jumat , 11 Oktober 2024
Ilustrasi. (Ist)

Ketika Bangau Menjadi Raja

ALKISAH suatu malapetaka telah menimpa Kerajaan Mayapada. Negeri semula makmur, aman dan damai itu, tiba-tiba berubah menjadi negeri yang menakutkan. Ini gara-gara Raja Sihir dari Kerajaan Sihir telah menguasai negeri itu dengan kekuatan sihirnya.

Raja Bijak yang memerintah di Kerajaan Mayapada tak mampu membendung serangan kekuatan Raja Sihir dan pasukannya.
Akibatnya, Raja Bijak bersama permaisuri dan putri tunggalnya, Putri Ranum, ditawan. Bahkan mereka disihir Raja Sihir dengan kaca sihirnya. Raja Bijak disihir menjadi burung kakaktua, permaisuri menjadi burung punai, sedang Putri Ranum menjadi burung nuri.

Sementara para menteri, pengawal istana, prajurit dan seluruh warga kerajaan disihir menjadi aneka macam binatang. Ada yang disihir menjadi kambing, keledai, monyet, tikus sampai kecoak.
Bahkan Raja Sihir memindahkan pusat kerajaannya ke istana Rajak Bijak. Kerajaan Mayapada pun dinyatakan sudah tidak ada dan berganti dengan Kerajaan Sihir.
Suatu pagi, ketika Raja Sihir belum terbangun dari tidurnya, seekor burung gagak terbang masuk ke dalam istana. Burung gagak itu langsung mendekat ke sangkar burung nuri, yang letaknya berdekatan dengan sangkar burung kakaktua dan burung punai.

“Burung nuri, bukankah engkau sebenarnya Putri Ranum?” tanya burung gagak sambil menempelkan paruhnya ke sangkar burung nuri.

“Benar. Aku memang Putri Ranum yang sudah menjadi korban sihir Raja Sihir. Dan, siapakah dirimu burung gagak? Apakah engkau juga korban Raja Sihir?” ujar burung nuri.
Burung gagak mengangguk.

“Aku putra raja dari negeri seberang. Aku memang korban sihir Raja Sihir itu. Namaku, Pangeran Gagah,” jelasnya.

“Pangeran Gagah, karena kau bebas tak terkurung dalam sangkar seperti diriku dan kedua orangtuaku ini, aku yakin engkau tentu dapat menolong membebaskan kami dari dalam sangkar,” seru Putri Ranum.

Simak juga:  Hikmah dan Fitnah di Tengah Wabah Covid-19

Burung gagak yang sebenarnya Pangeran Gagah itu terdiam sesaat. Tampaknya ia sedang berpikir berat, merencanakan sesuatu.

“Baiklah. Aku tak sekadar membebaskanmu, tapi akan menghancurkan Raja Sihir itu. Tapi bagaimana caranya?” kata burung gagak.

“Mungkin ini bisa. Aku sempat melihat kekuatan sihir Raja Sihir itu ada di kaca sihir yang selalu dibawanya. Kaca sihir itu baru dilepas bila ia tidur saja. Kalau kaca sihir itu dapat diambil atau dimusnahkan, tentu saja Raja Sihir tak lagi memiliki kekuatan apa-apa,” jelas burung nuri.

“Tapi bagaimana caraku mengambilnya?”

“Aku ada akal. Aku akan berteriak-teriak memanggil namanya hingga dia terkejut. Karena terkejut, dia pasti akan keluar kamar tidurnya dengan tergesa-gesa. Nah, ketika itulah kau masuk ke kamarnya dan mengambil kaca sihir miliknya itu,” kata burung nuri.

Tanpa berkata apa-apa lagi, burung gagak langsung bersembunyi tak jauh dari kamar tidur Raja Sihir.

Dan, tanpa membuang waktu lagi, burung nuri pun langsung berteriak-teriak memanggil Raja Sihir.

“Raja Sihir! Raja Sihir! Aduh…..celaka, Raja Sihir! Aduh….celaka, Raja Sihir! Aduh…celaka! Kaca milik Raja Sihir dibawa pencuri!”

Teriakan burung nuri itu benar-benar membangunkan Raja Sihir. Ia terkejut begitu mendengar kaca sihirnya dibawa lari pencuri. Tanpa berpikir panjang lagi, Raja Sihir langsung berlari ke luar ruangan.

“Apa?! Apa, kaca sihirku dibawa pencuri?! Mana pencurinya?!” Raja Sihir bertanya sambil berteriak.

“Itu….itu pencurinya lari ke luar istana!” teriak burung nuri.

Simak juga:  Strategi Dakwah Melalui Media Pada Masa Pandemi

Akan halnya burung gagak, ia langsung masuk ke kamar tidur Raja Sihir. Dengan cepat ditemukannya kaca sihir itu yang tergeletak di atas tempat tidur. Kaca sihir itu lalu disambar burung gagak dengan cengkeraman kuku-kukunya.

Burung gagak pun buru-buru terbang keluar dari kamar sambil membawa kaca sihir itu. Di ruangan istana ia berpapasan dengan Raja Sihir yang panik. Burung gagak terkejut. Karena terkejut, kaca sihir yang di cengkeraman kakinya terlepas. Kaca sihir itu jatuh ke lantai, dan pecah berantakan.

Ketika kaca sihir itu pecah berderai, Raja Sihir pun menjerit nyaring. Tubuhnya lalu menggelepar-gelepar. Dalam sekejap tubuhnya mengecil, dan berubah menjasi seekor tikus. Demikian pula prajurit-prajurit Raja Sihir seketika berubah pula menjadi tikus. Tikus-tikus itu kemudian seperti ketakutan berlarian dari istana.

Beberapa saat kemudian, Raja Bijak, Permaisuri, Putri Ranum, para menteri, pengawal, para prajurit dan seluruh warga istana kembali dalam wujudnya semula.

Demikian pula burung gagak yang telah mengambil kaca sihir itu berubah kembali dalam wujudnya semula sebagai seorang pangeran muda, gagah dan perkasa.

Putri Ranum dan Pangeran Gagah tersenyum dan saling berpandangan. Raja Bijak dan Putri Ranum mengucapkan terima kasih kepada Pangeran Gagah atas pertolongannya. Bahkan Raja Bijak kemudian menjodohkan Pangeran Gagah dengan Putri Ranum. Dan sejak itu, tak pernah lagi terdengar cerita tentang Kerajaan Sihir. * (SUTIRMAN EKA ARDHANA)

* Cernak ini sebelumnya dimuat di majalah anak-anak Putera Kita No. 309, 20 Mei – 5 Juni 1995, dengan menggunakan nama penulis Ratna Wulan Andriani.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *