Pada 20 Oktober 2024, Jokowi akan sudah berada di Jakarta untuk serah terima jabatan dengan Presiden terpilih Prabowo Subianto. Maka total ada 40 hari Jokowi secara resmi berkantor di IKN Nusantara. Ini adalah 40 hari terakhir masa jabatan Presiden Jokowi.
Deputi Protokol Pers dan Media Sekretariat Presiden, Yusuf Permana mengemukakan, Istana Negara dan Istana Garuda di IKN telah siap ditempati Presiden Jokowi untuk beraktivitas layaknya seperti di Istana Jakarta.
Yusuf juga memastikan, Istana Negara dan Istana Garuda di IKN sudah selesai dibangun dan siap digunakan oleh Presiden Jokowi untuk berbagai rutinitas kerja.
Ia menjelaskan bahwa selama periode tersebut, Presiden akan menjalankan berbagai aktivitas resmi, seperti audiensi, rapat terbatas, Sidang Kabinet Paripurna, serta pengarahan lainnya di Istana IKN.
Yusuf menambahkan, Presiden Jokowi akan melaksanakan tugas-tugas kenegaraan di IKN dengan cara yang sama seperti di Istana Merdeka Jakarta.
Keputusan Jokowi untuk berkantor di IKN pada hari-hari terakhir masa jabatannya sebagai Presiden itu menimbulkan berbagai spekulasi dan komentar di media sosial. Sejumlah komentar bernada negatif, bahkan dibumbui dengan spekulasi liar.
Saya tidak ingin repot membahas berbagai komentar dan spekulasi itu. Namun saya mencoba membuat penafsiran saya sendiri tentang apa yang dilakukan Jokowi.
Saya tidak mengenal Jokowi secara pribadi. Maka lewat tulisan ini, saya mencoba membayangkan apa sebetulnya yang mendasari tindakan Jokowi tersebut. Saya mencoba membuat tafsiran, yang bisa benar dan bisa juga keliru. Silakan saja pembaca untuk menilai.
Pertama, Jokowi sebagaimana juga banyak pemimpin lain ingin mengakhiri masa jabatannya dengan meninggalkan legacy. Legacy adalah sesuatu yang akan dikenang oleh rakyat dan tercatat dalam sejarah bangsa. Legacy itu tentu adalah sesuatu yang dianggap baik.
Kedua, ada tiga hal menonjol yang menandai kepemimpinan Jokowi dan dianggap bisa menjadi legacy: a) Pembangunan infrastruktur; b) Program hilirisasi pertambangan/nikel (yang membuat Indonesia berhadapan melawan Uni Eropa dan negara maju di WTO); c) Pembangunan Ibu Kota Negara Nusantara (IKN).
Ketiga, pemindahan ibu kota negara sudah lama menjadi wacana, tetapi baru di masa pemerintahan Jokowi-lah ada langkah konkret untuk mewujudkannya. Ada pembangunan fisik yang nyata dan infrastruktur di IKN dengan segala sistem penunjangnya.
Pembangunan IKN di Kalimantan Timur itu juga didukung oleh UU Nomor 3 Tahun 2022 tentang Ibu Kota Negara yang disahkan pada 15 Februari 2022. Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas Suharso Monoarfa waktu itu mengatakan, pembangunan IKN yang mengusung “Kota Dunia untuk Semua” menjadi awal peradaban baru bagi Indonesia.
Ini sebuah upaya dan visi besar, yang butuh kerja keras dan kegigihan untuk mewujudkannya. Namun, jika sudah tidak menjabat sebagai Presiden lagi, Jokowi tidak akan bisa mengontrol dan mengarahkan pembangunan IKN. Itu akan tergantung sepenuhnya pada pemerintahan-pemerintahan berikutnya, apalagi IKN adalah program jangka panjang.
Maka di hari-hari terakhir pemerintahannya, Jokowi ingin menegaskan legacy yang telah diawalinya. Dengan berkantor secara resmi di IKN, Jokowi menciptakan narasi sekaligus catatan dalam sejarah bahwa seorang Presiden RI sudah (pernah) berkantor di IKN Nusantara (walau cuma 40 hari).
Meski mulai 20 Oktober 2024 Jokowi bukan lagi Presiden RI, narasi tentang IKN Nusantara yang ditegaskannya lewat tindakan simbolis berkantor secara resmi di IKN tidak akan bisa hilang. Ini akan menjadi catatan bagi berbagai pemerintahan-pemerintahan berikutnya.
Ada pertanyaan yang sedikit menyimpang, tetapi menarik juga untuk diobrolkan. Apakah pilihan “40 hari” Jokowi berkantor di IKN itu punya makna tertentu? Mengapa bukan 10 hari, 20 hari atau 30 hari? Saya tidak tahu dan tidak bisa memastikan.
Tetapi, angka “40 hari” memiliki makna penting dalam berbagai agama dan budaya, sering kali terkait dengan ujian, transformasi, dan kesucian. Dalam Kristen, Yesus berpuasa selama 40 hari di padang gurun sebelum memulai pelayanannya. Pra-paskah berlangsung selama 40 hari sebagai masa refleksi dan pertobatan.
Nabi Musa berpuasa selama 40 hari di Gunung Sinai untuk menerima wahyu Allah. Dalam Yudaisme, Banjir Nuh berlangsung selama 40 hari dan 40 malam.
Dalam banyak tradisi budaya, “40 hari” juga menandai masa berkabung atau pemurnian setelah kematian. Makna ini sering mencerminkan masa transisi, kesucian, dan persiapan spiritual.
Dalam tradisi Syiah, “40 hari” merujuk pada peringatan Arbain yang berlangsung 40 hari setelah peristiwa Asyura, hari ketika Imam Husain, cucu Nabi Muhammad SAW, terbunuh dalam Pertempuran Karbala pada tahun 680 M.
Arbain adalah waktu berkabung, refleksi, dan ziarah besar ke makam Imam Husain di Karbala, Irak. Peringatan ini melambangkan keteguhan, kesabaran, dan pengorbanan dalam menghadapi ketidakadilan, serta pentingnya mengingat perjuangan Imam Husain demi kebenaran dan keadilan.
Apakah pilihan waktu “40 hari” oleh Jokowi untuk berkantor di IKN itu juga punya makna tertentu, sebagaimana ditunjukkan oleh berbagai tradisi agama dan budaya di atas? Saya tidak tahu, tetapi ini memang menarik untuk sebuah kajian budaya.
Depok, 10 September 2024
(SATRIO ARISMUNANDAR)
* Satrio Arismunandar adalah penulis SATUPENA dan alumnus S3 Filsafat FIB Universitas Indonesia.