Gara-garanya, dalam beberapa minggu terakhir, ketenangan mereka telah diusik oleh serombongan pemburu liar. Pemburu-pemburu bersenjatakan panah. Para pemburu berpanah itu sungguh kejam. Tampak bengis dan brutal. Dan, para pemburu itu memangsa apa saja. Setiap penghuni hutan yang ditemui, pasti jadi korban. Tak peduli besar atau kecil, dewasa atau anak-anak, jantan atau betina.
Melihat keadaan yang berbahaya itu, para penghuni hutan sepakat mengadakan pertemuan. Usulan pertemuan pertama kali datang dari seekor kera jantan.
“Aksi para pemburu liar itu tak bisa kita biarkan begitu saja. Kita harus mengambil langkah untuk menghadapinya. Kita harus menentukan sikap. Untuk itu sebaiknya kita adakan pertemuan. Kita harus bertemu untuk membahasnya,” ujar kera jantan ketika bertemu dengan warga hutan lainnya.
Lalu gagasan pertemuan itu didukung oleh rusa, kancil, lutung, ayam hutan, burung enggang, burung beo, dan kelinci pun mendukung, dan sejumlah penghuni hutan lainnya. Tapi harimau, gajah dan badak hanya diam.
Hari pertemuan pun ditentukan. Kancil mendapat tugas menyampaikan pemberitahuan sekaligus undangan kepada segenap penghuni hutan untuk mengikuti pertemuan.
Kancil benar-benar menjalankan tugasnya dengan baik. Ini terbukti, ketika pertemuan berlangsung hampir seluruh penghuni hutan hadir. Dari penghuni terbesar seperti gajah, sampai lebah dan semut merah yang kecil pun datang. Hanya anjing, kelelawar dan burung hantu saja yang tidak datang. Tak jelas alasannya, kenapa anjing, kelelawar dan burung hantu tidak hadir dalam pertemuan itu.
“Kawan-kawan sekalian! Ini merupakan pertemuan yang sangat penting bagi kita semua, segenap warga penghuni hutan,” kata kera jantan dengan suara lantang, ketika membuka pertemuan itu.
“Akhir-akhir ini ketenangan hidup kita di hutan, sudah diganggu oleh kawanan pemburu liar. Saya sudah kehilangan banyak saudara. Bahkan beberapa di antaranya masih anak-anak. Sahabat rusa juga sudah kehilangan banyak anggota keluarganya. Begitu juga dengan kancil. Burung enggang dan juga sahabat-sahabat kita yang lainnya yang terlalu banyak bila saya sebutkan satu persatu. Keadaan ini tak boleh dibiarkan. Kita harus mengambil sikap dan langkah,” seru kera jantan itu lagi.
“Ya, betul sekali. Beberapa hari lalu, lima keluarga kami juga telah jadi korban. Bahkan yang dua masih anak-anak. Mereka itu kejam sekali,” ujar lutung cepat.
“Lantas, apa yang harus kita perbuat? Kita tak boleh diam. Tak boleh hanya mengeluh dan ketakutan saja. Apa kita harus pasrah begitu saja menjadi korban pemburu-pemburu jahat itu,” tanya kancil.
“Ya, sekarang apa yang harus kita lakukan? Langkah apa yang harus kita perbuat untuk menghadapi mereka?” ayam hutan juga ikut bertanya.
“Hanya ada satu kata, lawan! Ya, kita harus lawan mereka! Kita harus usir mereka dari dalam hutan ini,” suara rusa keras.
“Setuju! Setuju! Jika mereka datang lagi, kita harus segera bertindak. Mereka harus kita lawan. Harus kita usir!” kata babi tak kalah kerasnya.
“Ya, jangan beri mereka kesempatan untuk memangsa keluarga-keluarga kita lagi. Kita harus bersatu untuk melawan mereka,” musang pun ikut bersuara.
“Setuju! Setuju! Kita harus melawan,” ada yang berteriak begini.
“Betul. Betu sekali! Saya setuju sekali, mereka harus kita lawan. Harus kita usir dari hutan ini,” timpal yang lain
Pertemuan benar-benar seru. Semua penghuni hutan mengajukan pendapatnya. Pendapat mereka macam-macam.
Tapi yang pasti, semua seakan satu suara, bahwa para pemburu itu harus dilawan dan harus diusir jika masuk ke hutan lagi.
Hanya harimau dan gajah saja yang tetap tidak mau bersuara apa-apa. Harimau hanya diam. Seakan menyimak semua kata-kata yang dilontarkan di pertemuan itu. Gajah pun demikian. Ia tampak serius menyimak. (SUTIRMAN EKA ARDHANA/BERSAMBUNG)