Sabtu , 14 September 2024
Ilustrasi. (ist)

Bujang Bantan dan Lumba-lumba (Cernak: 3)

Genap sembilan purnama Bujang Bantan belajar ilmu silat dan kesaktian, Sang Pendekar Sakti pun melepaskannya.

“Rasanya sudah semua kuajarkan kepadamu, Bujang Bantan. Sekarang saatnya kau pergi mengamalkan ilmu yang kau peroleh dariku. Tapi ingat, jangan gunakan ilmu itu untuk kejahatan dan keangkaramurkaan. Gunakanlah ilmu itu untuk kebaikan dan kepentingan masyarakat luas,” pesan sang guru Pendekar Sakti.

“Terima kasih Sang Guru, atas gemblengan dan bimbingannya selama ini. Terima kasih telah memberikan ilmu-ilmu yang hebat kepada saya. Semoga semua ilmu yang Guru berikan akan bermanfaat buat kehidupan saya, juga bagi masyarakat luas,” kata Bujang Bantan sambil menahan rasa haru.
Setelah mencium tangan Sang Guru, Bujang Bantan pun berpamitan. Sebelum itu ia mendapat sebilah keris dari Sang Guru Pendekar Sakti

“Bawalah keris ini. Jaga dan rawatlah dia baik-baik, ” ujar Sang Guru Pendekar Sakti.
Tengah malam itu Bujang Bantan sudah berada di tepi pantai. Rasa rindu kepada ayah dan emaknya begitu besar. Ia ingin segera sampai ke kampung halaman, tanah kelahirannya.

“Hanya ikan lumba-lumba yang bisa segera membawaku pulang. Membawaku segera bertemu Ayah dan Emak,” kata Bujang Bantan dalam hati.

Di tepi pantai, Bujang Bantan bertepuk empat kali, tanda memanggil sahabatnya ikan lumba-lumba.
Tepuk tangan itu bagai menggema bersama suara deru laut. Dan, tak berapa lama kemudian, serombongan ikan lumba-lumba pun datang memenuhi tepian pantai. Ikan lumba-lumba, sahabatnya Bujang Bantan, berada paling depan.

“Bawalah aku pulang. Aku sudah rindu Ayah dan Emak,” ujar Bujang Bantan cepat.

Simak juga:  Pesona Nusa Dua

“Baiklah. Seperti janjiku dulu, aku pasti akan membawamu pulang lagi. Segeralah naik lagi ke punggungku,” kata ikan lumba-lumba.

Tengah malam itu, Bujang Bantan kembali naik ke punggung ikan lumba-lumba. Dan, armada lumba-lumba kembali menyeberangi Selat Melaka, membawanya pulang ke Pulau Bengkalis.
Menjelang pagi ia sampai di tepi pantai tanah kelahiran yang dirindukannya. Begitu mendarat dan sehabis mengucapkan terima kasih kepada ikan lumba-lumba, Bujang Bantan dikejutkan dengan huru-hara yang sedang terjadi di kampungnya.

Suara jeritan penduduk meminta tolong terdengar di sana-sini. Orang-orang pun tampak berlarian ketakutan, seperti sedang berusaha menyelamatkan diri. Beberapa rumah penduduk tampak memerah dilalap api.

“Apa yang terjadi?!” tanya Bujang Bantan penuh keheranan kepada seorang penduduk yang sedang berlari menyelamatkan diri.

“Ada bajak laut yang mengamuk dan merampok harta penduduk,” jawab penduduk yang ketakutan itu.
Benar. Ada kawanan bajak laut mengganas di perkampungan pinggir pantai itu. Perahu bajak laut yang besar terlihat berlabuh di tepi pantai.

Merasa telah mendapatkan ilmu yang dapat diandalkan, Bujang Bantan pun segera menyeruak ke tengah huru-hara. Dengan menggenggam keris, ia pun menghadang dan menerjang ke kawanan bajak laut. Bujang Bantan mengamuk dahsyat. Kerisnya menunjam ke kanan dan ke kiri. Bajak laut banyak yang berjatuhan tertusuk kerisnya.

Pemimpin bajak laut yang garang itu terkejut melihat anak-anak buahnya berjatuhan, terkapar tak berdaya, di tangan seorang anak muda yang baru tumbuh. Penduduk kampung cepat mengenali siapa orang muda yang gagah berani mencerai-beraikan bajak laut itu. Ya, dialah Bujang Bantan yang telah beberapa purnama menghilang, bagai raib ditelan bumi.

Simak juga:  Puteri Melur dan Ikan Buntal (Cernak: 2)

Kedatangan Bujang Bantan membuat semangat penduduk menghadapi bajak laut jadi berkobar. Mereka pun segera beramai-ramai
membantu Bujang Bantan mengusir bajak laut. Melihat hal itu, pemimpin bajak laut berusaha melarikan diri dengan lari ke perahu besarnya.

Tapi Bujang Bantan cepat memburu. Ia dengan cepat melemparkan kerisnya. Secepat kilat keris yang diperolehnya di lereng Gunung Ledang itu melesat dan menancap di punggung bajak laut.
Tak ayal lagi, pemimpin bajak laut yang ganas dan kejam, yang sering membuat penderitaan masyarakat di mana-mana itu jatuh terjerembab. Roboh, tak bergerak lagi. Bahkan sebagian besar kawanan bajak laut itu tak selamat.

Hanya beberapa orang yang menyerah, dan minta ampun.
Betapa suka-citanya penduduk mengetahui kawanan bajak laut itu berhasil dikalahkan Bujang Bantan. Berita itu pun segera menyebar. Bujang Bantan pun dielu-elukan sebagai pahlawan muda yang perkasa.
Kegembiraan dan kebahagiaan pun meledak di hati ayah dan emaknya. Mereka merasa tak sia-sia melepaskan anaknya pergi mencari ilmu.

Berita keperkasaan dan keberhasilan Bujang Bantan menghancurkan kawanan bajak laut sampai me Datuk Pemuka Negeri. Bujang Bantan lalu dianugerahi kedudukan sebagai seorang Hulubalang Pengawal Negeri.
Sejak itu tak ada bajak laut maupun kawanan perusuh lainnya yang berani mengacau di Pulau Bengkalis, karena Hulubalang Bujang Bantai selalu dapat membasminya. ** (SUTIRMAN EKA ARDHANA/SELESAI)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *