Kamis , 14 November 2024
Foto bareng menjelang diskusi. Tampak di tengah depan Dekan FDK Prof Dr Arif Maftuhin, saya (no 3 dari kanan) dan Sekretaris Magister KPI Dr M Khaziq (no 3 dari kiri). (Ist)

Berbincang Tentang Media dan Tantangan Dakwah di Era Disrupsi

SELASA, 24 September 2024 lalu, saya berbincang dengan mahasiswa S2 Magister Komunikasi dan Penyiaran Islam (KPI) FDK UIN Sunan Kalijaga tentang Media dan Tantangan Dakwah di Era Disrupsi. Perbincangan berlangsung di Gedung Teaterikal FDK (Fakultas Dakwah dan Komunikasi).

Saya sengaja menyebutnya sebagai perbincangan, walau sebenarnya acara itu semi serius. Pada banner besar di podium Gedung Teaterikal itu tertulis jelas acaranya Diskusi Publik Media dan Tantangan Dakwah di Era Disrupsi.
Ya, diskusi publik. Serius, kan? Pesertanya lumayan banyak. Mereka semua mahasiswa S2 Magister KPI UIN Sunan Kalijaga. Hanya sedikit dari kursi-kursi di Gedung Teatrikal itu yang terlihat kosong. Ini menunjukkan betapa mahasiswa-mahawiswa S2 KPI itu menaruh perhatian dan minat besar pada diskusi publik tersebut.

Kampus Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Sunan Kalijaga termasuk Gedung Teatrikal itu bukanlah sesuatu yang asing buat saya. Bangunan kampus, ruang-ruang kelas dari lantai 1 sampai lantai 3, lobi, lorong-lorong, selasar-selasar kampus, juga area taman kampus, terasa lekat begitu dalam pada memori dan kenangan saya. Betapa tidak. Sekitar 17 tahun lamanya saya selalu menghirup aroma asyiknya kehidupan kampus perguruan tinggi, bertemu dan berbagi cerita, pengalaman dan pengetahuan dengan mahasiswa. Sekitar 17 tahun saya sempat dipercaya menjadi salah seorang pengajar di Prodi Komunikasi dan Penyiaran Islam. Ya, sejak 2004/2005 sampai awal 2022.

Momen Bernostalgia
Ketika Ketua Program Magister KPI FDK UIN Sunan Kalijaga, Dr. Hamdan Daulay, M.Si, MA, meminta saya untuk menjadi salah seorang narasumber pada Diskusi Publik tersebut, saya dengan cepat mengiyakannya. Permintaan itu sungguh menggembirakan, dan membuat bahagia.

Hampir dua tahun, saya tak pernah datang ke kampus FDK UIN. Seketika terlintas keinginan menggunakan kesempatan menjadi narasumber pada diskusi publik itu sebagai momen untuk bernostalgia di kampus. Bernostalgia dengan suasana kehidupan di kampus, memandang wajah ceria mahasiswa-mahasiswi. Dan, bernostalgia dengan celoteh, canda dan senyum mereka.

Simak juga:  Manajemen Media Massa dalam Aspek Politik

Karena itulah, ketika duduk di depan sebagai narasumber, memandang senyum dan wajah ceria mahasiawa, saya sudah bertekad untuk menjadikan acara diskusi publik tentang Media dan Tantangan Dakwah di Era Disrupsi bukan sebagai forum yang mengerenyitkan dahi. Melainkan sebagai forum yang santai, forum berbincang, berbagi cerita, kisah dan pengalaman. Juga bercanda. Tapi semuanya tetap tak boleh lepas dari persoalan media, serta tantangan dakwah di era disrupsi.

 

Terlebih lagi saat melangkah menuju tempat narasumber, Sekretaris Prodi Magister KPI, Dr. M. Khaziq, sempat membisiki saya, “Dibuat santai saja, Pak. Bercerita dan berbagi pengalaman.”

“Siap, Pak. Saya memang ingin bernostalgia berbincang atau ngobrol dengan mahasiswa di depan kelas,” ujar saya.
Untungnya lagi Pak Dekan FDK, Prof. Dr. Arif Maftuhin, yang hebat dan cemerlang itu, dalam sambutannya sebelum membuka diskusi publik, telah menyinggung apa dan bagaimana disrupsi itu.

Apa yang dikemukakan Prof. Dr. Arif Maftuhin, telah memberikan gambaran awal tentang bagaimana pengaruh disrupsi pada beragam aktivitas kehidupan sekarang, termasuk dalam dunia komunikasi.

Santai dan Cair
Media dan Tantangan Dakwah di Era Disrupsi, sebenarnya merupakan tema yang lumayan serius. Karena banyak hal yang harus dibahas, dipecahkan dan dicari jalan keluarnya. Pendek kata, dahi-dahi bisa berkerut tebal. Wajah-wajah tampak serius, karena harus berpikir berat.

Wah, saya tak ingin itu terjadi. Saya tak ingin melihat wajah-wajah yang serius.  Saya ingin melihat wajah-wajah yang penuh senyum, penuh pesona. Wajah-wajah yang gembira, ceria dan bahagia.

“Saya hanya ingin berbincang-bincang saja. Berbagi cerita. Berbagi pengalaman. Mari berbagi pengetahuan dan pengalaman. Saya yakin Anda juga punya pengetahuan dan pengalaman yang menarik tentang media dan keterkaitannya dengan tantangan dakwah di era disrupsi,” kata saya di awal perbincangan.

Simak juga:  Diskusi Kebangsaan XVIII: Bermusyawarah untuk Mufakat

Demikianlah, perbincangan dengan mahasiswa S2 Magister KPI itu berlangsung santai dan cair. Situasi santai dan cair terasa banget ketika sesi tanya jawab atau dialog.

Ketika seorang mahasiswa asal Maluku bertanya, saya cepat menimpalinya dengan menyanyi lagu Sio Mama.

….🎼 Berapa puluh tahun lalu/Beta masih kacil..e/Beta inga tempo itu/sio Mama gendong..gendong beta..e../Sambil Mama bakar sagu/Mama manyanyi buju-buju/Lah sampai basar bagini/Beta tra lupa Mama..e….🎼

Mahasiswa asal Maluku itu pasti tak mengira, sebelum menjawab pertanyaannya, saya mengawali dengan lagu dari Ambon, Maluku. Wajahnya seketika gembira dan bercahaya. Kegembiraan pun mekar di ruang Gedung Teatrikal. Ruangan jadi penuh tawa dan senyum.

Penanya berikutnya, seorang mahasiswa asal Menado, Sulawesi Utara. Sama seperti sebelumnya, saya pun mengawali jawaban untuk pertanyaannya dengan nyanyian. Karena dia dari Menado, maka saya pun menyanyi lagu Menado, Balada Pelaut.

….🎼Sapa bilang palaut mata keranjang/Kapal bastom lapas tali lapas cinta/Sapa bilang palaut pamba tunangan/Jangan parcaya mulut rica-rica….🎼

Senyum heran mengembang di wajah mahasiswa asal Menado itu. Dia juga pasti tak mengira saya bisa menyanyikan lagu Menado tersebut. Kegembiraan terus berlanjut dan berkembang. Sungguh, saya bahagia melihat para mahasiswa peserta diskusi publik itu tersenyum gembira.

Begitulah, saya merasa bahagia dan gembira, dengan suasana forum yang santai dan cair. Tak ada kesan dahi berkerut. Tak ada kesan pikiran yang berat membahas beragam tantangan di era disrupsi.

Padahal, era disrupsi yang ditandai kemajuan teknologi digital dan perubahan besar dalam cara komunikasi telah mengubah banyak aspek kehidupan, termasuk dakwah. Dakwah yang merupakan upaya untuk menyebarkan dan memperkuat ajaran agama, kini menghadapi tantangan dan peluang baru yang harus dihadapi dengan bijak.
Nah, lumayan serius, kan? * (SUTIRMAN EKA ARDHANA)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *