Rangkaian kalimat di atas merupakan lontaran seorang jurnalis senior dan pegiat literasi terpandang di Yogyakarta, YB Margantoro. Mas Yebe, demikian saya selalu menyebut namanya, melontarkan pernyataan menarik itu saat tampil sebagai pembicara dalam diskusi tentang Literasi Keluarga yang diselenggarakan Satupena DIY. Diskusi atau rembug maton bulanan tersebut berlangsung di Griya Abhipraya Purbonegoro, Jalan Pangurakan 01, Yogyakarta, Minggu (29/10) lalu.
Mas Yebe, tidak mengada-ada. Realitanya cenderung begitu. Banyak penulis, termasuk jurnalis, yang asyik dengan kisah-kisah kehidupan orang lain, tetapi mengabaikan kisah-kisah kehidupan di lingkungan dirinya atau keluarganya sendiri.
“Nah, mumpung masih ada waktu, jangan sia-siakan kesempatan berharga ini, menulis kisah-kisah di lingkungan keluarga sendiri. Menulis kisah-kisah di lingkungan keluarga sendiri, merupakan langkah penting membangun literasi keluarga di dalam keluarga,” kata Mas Yebe lagi di forum diskusi Literasi Keluarga itu.
Gagasan Cemerlang
Peserta diskusi itu tentu saja sangat terkesan dengan lontaran sekaligus ajakan untuk menulis tentang kisah-kisah di dalam keluarga sendiri tersebut.
Ana Ratri, sang Sekretaris Satupena DIY misalnya, sangat antusias menyambut gagasan dan ajakan itu. Bahkan ia pun melontarkan gagasan lanjutannya, melaksanakan workshop literasi keluarga.
“Ini gagasan cemerlang. Gagasan yang harus segera ditindaklanjuti. Supaya tidak sia-sia, Satupena DIY saya usulkan untuk melaksanakan workshop literasi keluarga tersebut. Yakni, workshop tentang bagaimana menulis kisah-kisah di dalam keluarga sendiri itu,” ujar Ana Ratri.
Keinginan untuk melaksanakan workshop literasi keluarga di lingkungan Satupena DIY itu tentu saja disambut gembira peserta diskusi.
Nunung Rieta, pembawa acara, tergoda gagasan Ana Ratri tersebut. Bahkan ia berharap workshop literasi keluarga itu segera terwujud.
“Saya sudah lama ingin menulis tentang sosok nenek. Sosok dan kisah hidup nenek saya itu sungguh menarik. Saya sangat terkesan dan kagum kepadanya. Nah, bila ada workshop tersebut, saya dapat belajar dari workshop itu untuk mewujudkan keinginan menuliskan kisah kehidupan nenek,” kata Nunung Rieta, yang selain sebagai penulis juga dikenal sebagai seniman serba bisa di teater, film, tari dan lainnya.
Demikian pula halnya dengan Atiek Mariati, srorang penulis, pengelola Taman Bacaan Masyarakat dan pegiat literasi di Kulonprogo. Ia berharap workshop literasi keluarga itu benar-benar dapat terwujud nanti. Menurutnya, workshop itu nanti akan memberikan pencerahan sekaligus penyegaran bagi kerja kepenulisannya. Dirinya, sejak beberapa waktu lalu sedang menyiapkan buku tentang beragam kuliner yang populer di masyarakat. Tidak saja tentang bagaimana proses pembuatannya, tapi juga sejarah atau asal mula keberadaannya.
Siap Digalakkan
Sebagai seseorang yang kini diberi kepercayaan untuk memimpin Satupena DIY, saya tentu saja sepakat dengan gagasan dan ajakan untuk menulis kisah-kisah di lingkungan keluarga sendiri, maupun gagasan untuk melaksanakan workshop literasi keluarga.
Menurut saya, sebagai Perkumpulan Penulis Indonesia di DIY, Satupena DIY memang layak dan harus menggalakkan literasi keluarga tersebut. Karena literasi keluarga sangat berperan dalam membangun serta menumbuhkan tatanan kehidupan yang bahagia, harmonis dan cemerlang di dalam keluarga.
Hazwan Iskandar Jaya, yang menjadi moderator diskusi, juga sepakat literasi keluarga harus terus digalakkan. Tidak hanya digalakkan melalui wadah Satupena, tapi juga digalakkan secara pribadi oleh masing-masing anggota Satupena DIY.
Tentang arti penting literasi keluarga itu, di forum diskusi tersebut juga telah dilontarkan peserta diskusi Ki Sutikno , dosen Universitas Taman Siswa, aktivis KPAI, aktivis NGO Pendidikan Jepang – Indonesia, Tulus Widodo, pegiat literasi dan pernah aktif di Dinas Perustakaan dan Kearsipan Daerah DIY, serta Yoseph Nai Helly, Kepala UPA Perpustakaan STPN Yogyakarta.
Oh iya, diskusi Literasi Keluarga Satupena DIY tersebut juga disemarakkan dengan pembacaan puisi oleh Awit Radiani dan Atiek Mariati. * (Sutirman Eka Ardhana)