Sabtu , 14 September 2024

Ana Ratri, dan Puisi-puisi yang Menyibak Makna Kehidupan

DARI masa ke masa, tahun ke tahun, penyair-penyair perempuan terus bermunculan di Yogyakarta. Jelang tahun 70-an, sampai sekitar 1975/1976-an, jumlah penyair perempuan di Yogyakarta (Daerah Istimewa Yogyakarta) masih bisa dihitung dengan bilangan jari.
Kini jumlah penyair perempuan di Yogyakarta lumayan banyak. Jumlahnya sudah berlipat-lipat dibandingkan dengan jumlah di jelang tahun 70-an dulu.

Salah seorang di antaranya adalah Ana Ratri. Perempuan atau ibu rumah tangga kelahiran Magetan, Jawa Timur, ini awalnya datang ke Yogyakarta karena untuk menuntut ilmu. Bertahun-tahun hidup di Yogya, ia pun ‘terjerat’ dengan bermacam-macam bentuk seni yang tumbuh subur, dan tak ada matinya. Ia pun kemudian menggelutinya, hingga akhirnya tak mampu meninggalkan Yogya. Hingga kemudian menyandang nama sebagai salah seorang penyair perempuan Yogyakarta.

Suara Hati
Banyak penyair atau penulis puisi yang bilang, bahwa puisi adalah suara hati. Maksudnya tentu suara hati dari penyair atau penulis puisi itu sendiri.
Suara hati itu bisa beragam bentuknya. Bisa merupakan gagasan, pendapat, sikap, pandangan, keluhan, kritik, curahan hati, dan semacamnya yang lain.

Demikian pula tentunya bagi Ana Ratri, puisi merupakan pernyataan, lontaran dan ungkapan suara hatinya. Suara hati tentang apa yang terjadi dan dialami, baik oleh dirinya sendiri, maupun orang lain di sekitarnya. Baik dalam internal maupun eksternal dirinya. Baik yang di depan matanya, maupun yang nun jauh di sana. Dan hingga kini, pernyataan, lontaran dan ungkapan suara hatinya yang diwujudkan dalam karya puisi itu sudah terhimpun pada tak kurang dari 30 buku antologi puisi bersama.

Kehidupan dan beragam persoalan di dalamnya memang senantiasa menarik perhatian para penyair. Demikian pula halnya Ana Ratri. Tapi dalam puisi-puisinya Ana tak sebatas hanya bicara dan bercerita tentang indah buruknya kehidupan atau pahit manisnya kehidupan. Ia bicara lebih dalam lagi. Bicara tentang makna kehidupan.
Lewat puisi berjudul “Jati Diri” misalnya, terlihat bagaimana Ana Ratri mencoba memberikan pemahaman makna kebersamaan dalam menjalani kehidupan. Pada hakekatnya perbedaan itu adalah memang ketentuan dari Allah. Berbeda dalam etnis atau suku. Berbeda dalam bangsa. Berbeda dalam agama atau keyakinan. Berbeda dalam adat istiadat dan sejumlah perbedaan lainnya.

Cobalah simak puisi ini, terlihat bagaimana Ana Ratri mengajak kita untuk menyimak makna perbedaan dan makna kehidupan itu sendiri. Alangkah bermakna dan berartinya kehidupan, bila kita semua bisa bersatu dalam perbedaan. Alangkah bermaknanya hidup bila perbedaan-perbedaan itu bisa menjadi untaian kebersamaan yang indah. Hidup pun akan menjadi sangat indah dan bermakna, bila kita bisa saling menghargai dan menghormati perbedaan. Saling menjaga rasa. Saling menjaga hati. Membuang jauh-jauh rasa curiga dan prasangka.

Simak juga:  Puisi Dalam Tarian Hujan Di Sastra Bulan Purnama

 

JATI DIRI

Tak perlu tajamkan kuku
Untuk cerai beraikan tubuh kami
Karena cengkeraman garuda
Adalah pasak negeri ini

Tak perlu memaksa jajakan surga
Paket lengkap dengan bidadarinya
Karena di sini surga kami
Padanya mengalir sungai-sungai
Alirkan susu dari puting
Ibu pertiwi

Tak perlu seragamkan pakaian kami, karena
di balik ritual kami pada sang hyang widhi
di balik sujud di sepertiga malam hari
di balik sesaji dalam puri
di balik alunan madah bakti
di balik baju adat yang beraneka rupa ini

Ada warna merah menyatu darah
Ada warna putih kesucian tulang kami
Berpilin merah putih pita
Berkibar di seantero nusa

Bantul, 17 Agustus 2023

(Dari Antologi Puisi 12 Tahun Sastra Bulan Purnama Silaturahmi Sehati, Tonggak Pustaka, 2023)

 

Ajakan yang Indah
Kita simak pula puisi Ana Ratri berikut ini. Masih seperti puisi “Jati Diri” di atas, puisi ini juga menggambarkan bagaimana upayanya dalam mengajak siapa pun untuk menghargai dan menghormati perbedaan dalam kehidupan.
Sungguh, ini sebuah ajakan yang indah. Ajakan untuk mengenal, menghargai, bahkan mungkin mencintai budaya dan adat istiadat yang lain.

Mari ke timur kawan
Tangan-tangan hangat sambut genggamanmu
Yakinkan tatapan mata sayu itu adalah ketulusan
Dalam pagi dan senja yang akan kamu temui

Lirik-lirik puisi ini mempertegas bahwa ajakan Ana Ratri sebagai ajakan yang indah bagi siapa pun di antara kita yang ingin menjadikan perbedaan-perbedaan tersebut sebagai untaian kebersamaan yang indah. Kebersamaan yang membuat kehidupan menjadi benar-benar berarti dan indah. Kebersamaan untuk mengayunkan langkah dalam menjalani serta mencapai kehidupan yang benar-benar bermakna dan bermanfaat bagi sesama.
Di negeri yang Bhinneka Tunggal Ika ini memang kaya dengan beragam adat istiadat dan seni budaya bangsa. Alangkah indahnya, bila kita bisa melihat, mengenal, memahami, menghormati dan mencintai adat istiadat yang beragam itu.

Simak juga:  Puisi Norham Abdul Wahab

Ana mengingatkan kita untuk tidak suntuk dengan adat istiadat dan seni budaya sendiri. Tapi juga peduli dan menghormati adat istiadat dan seni budaya yang lain. Ayo ke timur, ajak Ana Ratri.

 

AYO KE TIMUR

: Nilai-nilai

Ayo ke timur kawan
Tapaki damai dalam kesenyapan
Kunyah senyum ketulusan
dari balik bibir bersirih mereka

Mari ke timur kawan
Tangan-tangan hangat sambut genggamanmu
Yakinkan tatapan mata sayu itu adalah ketulusan
Dalam pagi dan senja yang akan kamu temui

Timurku menjelangkan perbedaan
Keragaman dalam keniscayaan
Menjurakan biru dalam gaharu
Mengharumi relung perjalananmu

Sayangku
Timur menunggumu dalam kedamaian sunyi
Tawarkan kelembutan
balutkan ketenangan dalam kenangan
dekapkan keabadian masa
ajarkan peradaban silam menjura

Melangkahlah
Tapaki timurku
: Indonesia

(Dari Antologi Puisi 12 Tahun Sastra Bulan Purnama Silaturahmi Sehati, Tonggak Pustaka, 2023)

 

Cahaya Kehidupan
Puisi Ana Ratri yang berjudul “Cahaya” juga bicara tentang makna kehidupan. Kehidupan itu memerlukan pancaran sinar cahaya. Tanpa adanya sinar cahaya, kehidupan pun akan berlangsung dalam kegelapan.
Ana memberitahu bahwa cahaya itu sangat berarti dalam kehidupan manusia. Karena cahaya itulah yang akan menerangi jalan, sehingga dalam melangkah menjalani kehidupan, manusia akan tahu apakah bentangan jalan di depannya penuh rintangan dan hambatan atau tidak. Cahaya itu akan menerangi manusia agar bisa menemukan jalan yang bagus dan indah, serta tidak terperosok ke jalan berlubang atau terjerumus ke jurang dalam.
Manusia memerlukan cahaya. Kehidupan akan menjadi risau dan kacau bila jauh dari cahaya. Jadi jangan sampai menjauh dari cahaya. Berusahalah dekat dengan cahaya. Karena cahaya itu adalah Dia, Sang Maha Pencipta.

 

CAHAYA

Cahaya pada cahaya
Cahaya di belakang cahaya
Cahaya dalam cahaya

Cahaya adakah cahaya
Cahaya adalah KAU

KAU di mana
Cahaya di mana
Di mana cahaya

Cahaya di mana
Di mana cahaya
Cahaya di mana-mana

:KAU di mana

(Dari Antologi Puisi Satupena DIY Kabar dari Yogyakarta, Haksoro Pustaka, 2022).

Demikianlah, Ana Ratri telah mengajari kita tentang makna kehidupan melalui karya-karya puisinya. *
(Sutirman Eka Ardhana)

1 komentar

  1. Puisi adalah kata hati. Begitulah ketika hati bersuara. Kak Ana Ratri karya-karyanya sangat menyentuh. Sukses selalu. Aamiin

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *