Selain dibacakan, ketiga buku tersebut akan dibincdang oleh sastrawan dari beberapa kota. Hadir sebagai pembincang, Budi Wahyono, sastrawan dari semarang. D’Eros Sudarjono, sastrawan dan pelukis dari Jombang, Edhie Prayitno Ige, jurnalis dan sastrawan dari Semarang,, Sulis Bambang, penyair dai Semarang dan Sriyanto S. Sastroprayitno, penulis buku, dari Semarang.
Para pembaca, yang akan tampil membacakan geguritan, cerkak dan cerpen karya Sriyanti S.Sasttroprayitno, datang dari Semarang, Klaten dan Yogya. Para pembaca itu ialah Resmiyati, Endah Sr., Cicit Kaswami, Wiendu Setyaningsih, Ninuk Retno Raras, Endang Wahyuningsih, Ely Widayati, Esti Suryani, Anastasia Sri Kartisusanto, Lelly Faizahtillah, Ami Simatupang. Pertunjukan sastra akan digarap BeSTM, Bengkel Sastra Taman Maluku dari Semarang dan Komunitas Melati Rinonce.
Sriyanti, demikian panggilan akrabnya, selain menulis gegurtan, cerkak dan cerpen, juga menulis puisinya, sejumlah puisinya ada di dalam buku antologi puisi penyair Indonesianya. Sehari-harinya Sriyanti sebagai pengajar di Departemen Kimia, Fakultas Sains dan Matematika, Universitas Diponegoro, Semarang.
Sriyanti memang sudah beberapakali tampil di Sastra Bulan Purnama, baik tampil bersama penyair lainnya, ataupun meluncurkan buku puisi, atau buku cerpen, termasuk geguritan yang ditulis oleh para penulis perempuan dari berbagai kota di Indonesia.
“Penampilan saya kali ini, ditengah pandemi yang belum surut, bersama dengan para penulis lain dari berbagai kota sekaligus untuk merayakan rasa bahagia saya, kareana buku ‘Mencaki Wektu’ mendapat dua penghargaan yang berbeda di tahun yang berbeda pula, ialah hadiah Prasidatama 2021 dari Balai Bahasa Jawa Tengah, dan hadiah Rancage 2022” ujar Sriyanti sambil menunjukkan buku berjudul ‘Mecaki Wektu.
Ons Untoro, koordinator Sastra Bulan Purnama menyebutkan, justru ditengah pandemi, Sastra Bulan Purnama tidak hanya diisi dengan pertunjukkan sastra, tetapi ada perbincangan karya sastra yang sedang diluncurkan, sehingga muncul adanya dialog sastra.
“Karya sastra memang tidak haanya perlu dibacakan, tetapi perlu juga diwacanakan, dan perbincangan merupakan proses produksi wacana itu’< ujar Ons Untoro.
Selama ini, Sastra Bulan Purnama diselenggarakan di dua ruang berbeda, yakni ruang konvensional berupa panggung pertunjukkan, dan hadirin saling berinteraksi dengan para penampil, termasuk dengan penulisnya. Diselenggarakan juga melalui streaming youtube, sehingga orang dari kota-kota berbeda, yang tidak bisa hadir bisa mengikuti melalui youtube.
“Yang konvensional dan digital saling mengisi untuuk mendistribusikan karya sastra”, kata Ons Untoro. (*)