Para pemain dari Kelompok Kembang Adas, dan sudah beberapa kali mementaskan naskah karya Cicit Kaswami, yang sekaligus bertindak sebagai sutradara. Para pemain kebanyakan sudah terbiasa pentas teater dan tidak hanya di grup Kembang Adas. Para pemain itu ialah; Ami Simatupang, Budi Wahyono, Eko Yuwono, Gati Andoko, Hani, Henricus Benny Handriono, Imam Widoyoko, Julak Imam, Lia Voice, Lisa Sulistyowati, Martini, Nunung Rieta, Patah Anshori, Purwanti, Rina Nikandaru, Triyono R, Yustina Wening. Iringan musik; Ari Tedjo, Otok Bima Sidharta, Ifan dan Wanto.
Koordinator Sastra Bulan Purnama Ons Untoro menjelaskan, Sastra Bulan Purnama, selama ini banyak diisi sastra Indonesia, terutama puisi dan cerpen. Sastra Jawa beberapa kali ditampilkan berupa geguritan dan cerita cekak atau yang sering disebut cerkak.
“Baru kali ini naskah drama bahasa Jawa dipentaskan untuk mengisi Sastra Bulan Purnama” ujar Ons Untoro.
Cicit Kaswami memang banyak menulis karya sastra Jawa, utamanya cerkak dan naskah drama. Beberapa naskahnya sering dipentaskan di beberapa tempat pertunjukkan di Yogya.
“Dalam usia tak lagi muda, karena usia saya sudah lebih dari 70 tahun, saya masih terus menulis karya sastra menggunakan bahasa Jawa, utamanya cerkak dan naskah drama” kata Cicit Kaswami.
Bulan Juni 2022 Sastra Bulan Purnama, yang diselenggarakan setiap bulan, memasuki edisi 129, artinya sudah melewati lebih dari 10 tahun. Selama lebih dari 10 tahun penyair dari berbagai kota telah mengisi membacakan puisi karya masing2 penyair.
Sebelum pandemi covid 19 merebak, Sastra Bulan Purnama (SBP) diselelenggarakan malam hari sehingga bulan purnama menghiasi. Selama pandemi, SBP dialihkan secara digital live di youtube.
“Beberapa bulan ini, dimulai Oktober 2021 peluncuran buku puisi karya Dedet Setiadi, SBP diselenggarakan secara offline dan dilakukan sore hari pukul 15.00-18.00, setidaknya sesuai prokes” kata Ons Untoro.
Ami Simatupang, salah seorang pemain, dan juga aktif di teater Stemka Yogyakarta menyampaikan, dalam tradisi Jawa, ada sejumlah kebiasaan yang dilakukan oleh umat manusia untuk memperoleh keselamatan dan kedamaian dalam hidup. Ruwat merupakan tradisi Jawa untuk menghindarkan umat manusia dari kesengsaraan yang disebabkan oleh keteledoran dalam melakukan adat istiadat yang sudah ditanamkan oleh nenek moyang. Untuk menghindari hal-hal buruk yang dapat menimpa diadakanlah acara ruwat dengan menanggap wayang dengan lakon ‘Murwakala’. Yang menceritakan bagaimana para Dewa mengutus Batara Wisnu untuk menyelamatkan manusia di bumi yang akan dimangsa Batara Kala, yang salalu merasa lapar.
“Drama ini mengceritakan umat manusa yang akan dimakan oleh Batara Kala”, ujar Ami Simatupang. (*)