Rabu , 11 Desember 2024

Mengapa Nominasi Nobel Sastra Denny JA Menjadi Berita Terpopuler Kompas.com, Ranking 1 dan 2?

Apa yang membuat sebuah berita menjadi paling populer di antara ratusan bahkan ribuan berita lainnya? Saya merenungkan pertanyaan ini setelah membaca sebuah screenshot.

Hari ini, 22 Januari 2022, dari seorang teman saya menerima sebuah screenshot di japri WA. Pengantar screenshotnya pendek saja: “Bro, lihat ini. Mengapa berita ini bisa paling populer?”

Screenshoot itu berupa berita terpopuler di Kompas.com tertanggal 22 Januari 2022.

Tertulis di sana. Ranking 1 dan Ranking 2 berita paling populer Kompas.com ditempati oleh berita soal kontroversi, cek fakta nominasi Nobel sastra Denny JA.

Berita pertama tertanggal 19 Januari 2022 (ranking 1), berjudul “Penjelasan Denny JA Terkait Namanya Diajukan Jadi Nomine Nobel Sastra 2022.” Berita lainnya tertanggal 18 Januari 2022 (ranking 2), dengan judul “Cek Fakta Benarkah Denny JA Masuk Daftar Nomine Nobel Sastra 2022?”

Di bawah dua berita paling populer itu ada berita populer ranking 3, 4, dan seterusnya. Ranking 3, misalnya, soal Raja Bahrain yang diisukan dikawal robot raksasa di Dubai.

Ranking 4 soal jaringan 5G di Indonesia. Masuknya jaringan 5G membuat indonesia semakin dalam tertanam di dunia internet. Ranking 5 soal misinformasi di dunia podcast, Spotify.

-000-

 

Saya langsung teringat tulisan pakar media dan pemasaran digital, Matt Zajechowski, soal delapan hal yang membuat sebuah berita dicari, paling dibaca, berharga, dan bernilai.

Beberapa hal relevan dengan berita terpopuler Kompas.com itu. Antara lain: berita itu mengandung kontroversi tentang hal yang populer. Semakin kontroversial, konfliktual, sensasional sebuah berita, semakin ia dibaca.

Simak juga:  Sunat di Rumah Tanpa Jarum Suntik

Berita itu juga menyangkut soal hal yang dianggap sangat penting oleh publik luas. Benar atau tidak berita itu, atau kandungan informasi berita itu, memiliki efek dan dampak kepada hidup banyak pembaca.

Dampak di sini tak hanya menyangkut efek fisik langsung. Bisa juga efeknya kepada rasa bangga, rasa malu. Atau itu info yang inspiratif, yang motivatif, dan sebagainya.

Atau berita itu berkisar soal tokoh celebrity yang menarik perhatian. Ini, misalnya, soal pemimpin politik yang sedang naik daun, rising star. Atau soal superstar musik, olah raga dengan segala ulah uniknya.

Lalu apa hubungan prinsip umum di atas dengan berita terpopuler ranking 1 dan 2 soal nominasi Nobel sastra Denny JA?

Tentu multi-interpretasi terjadi. Opini saya di sini hanyalah salah satu tafsir saja.

Hadiah nobel untuk Indonesia selama ini dianggap bak cahaya nun jauh di sana. Tak ada penduduk Indonesia bisa menggapainya. Terlalu jauh cahaya itu.

Nobel Kimia, Fisika, Kedokteran, Ekonomi, pastilah itu cahaya yang paling jauh untuk Indonesia. Nobel
Perdamaian dan Nobel Sastra itu yang paling mungkin diraih. Tapi cahaya itu pun jauh di ujung sana. Jangan bermimpi meraihnya. Lupakan saja.

Eehhhh, kok tiba- tiba ada berita Komunitas Puisi Esai mendapat undangan dari The Swedish Academy, Panitia Nobel Sastra, untuk mencalonkan pemenang Nobel sastra?

Lho, kok yang dicalonkan Denny JA pula, yang seorang konsultan politik, pendatang baru dunia sastra?

Walau masuk akal bagi sebagian, karena yang diundang adalah Komunitas Puisi Esai pastilah mereka memilih mencalonkan penggagasnya.

Simak juga:  Benturan Budaya 100 Tahun Lalu - Salah Asuhan (1928)

Apalagi mereka menilai Denny JA berhasil menciptakan genre baru sastra, yang kini populer hingga ke ASEAN. Denny juga mengangkat isu hak asasi manusia di negara muslim terbesar dunia. Ini isu yang seksi.

Lebih dari 100 karya Denny JA sudah diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris. Tak ada sastrawan Indonesia yang menulis dan sudah diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris sebanyak Denny JA.

Denny juga berkali-kali mendapatkan penghargaan dari dalam dan luar negeri. Oleh Komunitas Puisi Esai, Denny JA dianggap bahkan mempunyai peluang terpilih. Apalagi, selama 120 tahun hadiah Nobel Sastra, belum ada sastrawan Indonesia yang memperolehnya.

Jika yang diundang adalah komunitas X, Y, Z, yang dicalonkan sangat mungkin sastrawan yang berbeda.

Kombinasi sisi kontroversi ini, juga ada bumbu keanehan, yang membuat berita nominasi Nobel Sastra terpopuler. Juga ada impulse bahwa hadiah Nobel itu juga penting untuk prestise Indonesia ke depan.

Pada September 2022, sastrawan Indonesia Denny JA mungkin terpilih, mungkin juga tidak. Tapi dinamisasi sastra dan budaya sudah terjadi. Semoga itu menjadi awal proses kreatif yang lebih besar lagi bagi publik luas di Indonesia, untuk lebih berorientasi global, internasional, dunia.*

 

Depok II Tengah, 22 Januari 2022

(Dr. Satrio Arismunandar)

# Satrio Arismunandar adalah mantan penulis cerpen di majalah Gadis dan Anita Cemerlang pada 1980-an. Alumnus S3 Filsafat UI ini kini banyak menulis isu-isu strategis dan pertahanan di Majalah ARMORY REBORN.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *