Sejak kecil, hidup saya dan adik saya sangat bahagia, dan dimanjakan oleh Bapak, Ibu dan Eyang. Semua keinginan kami berdua, apa pun selalu kesampaian. Selalu dituruti oleh orang tua kami. Ketika itu, rasanya hidup kami tak kekurangan apa pun. Saya dan adik saya, tumbuh di keluarga yang hari-harinya seperti penuh dengan keceriaan dan kebahagiaan. Sepertinya tak ada kesukaan, keinginan atau kesenangan saya terhadap sesuatu yang dihalangi oleh Bapak dan Ibu. Demikian juga yang dirasakan oleh adik saya. Kami berdua benar-benar dimanjakan. Hidup dilimpahi kasih sayang oleh kedua orang tua. Begitulah, ketika saya menunjukkan kesukaan terhadap lagu-lagu, mulai suka menyanyi, Bapak dan Ibu memberikan dukungannya. Bapak dan Ibu terlihat sangat senang bila melihat atau mendengar saya menyanyi.
Diajari Bapak dan Ibu
Andai ada yang bertanya, kenapa saya jadi suka menyanyi? Saya akan menjawab melalui serangkaian cerita ini.
Begini. Sejak kecil, saya selalu dinina-bobokkan oleh Ibu, Bapak juga Eyang dengan lagu-lagu atau nyanyian. Kebiasaan dinina-bobokkan seperti itu, membuat saya sejak kecil telah suka mendengarkan lagu-lagu, dan ikut-ikutan menyanyikannya. Kebetulan sekali, Ibu suka menyanyi diiringi dentingan gitar yang dimainkan Bapak.
Di kala santai, Ibu suka menyanyikan lagu berbahasa Belanda seperti Alls die Orchideen Bloen [Bunga Anggrek], dan lagu Mutiaraku. Sedangkan Bapak, suka menyanyikan lagu-lagu Hawaian, yang diiringinya sendiri dengan gitar. Betapa bahagia dan senangnya saya bila mendengar Bapak dan Ibu menyanyi.
Selain mengajari lagu anak-anak berbahasa Indonesia, Bapak dan Ibu juga mengajari kami [saya dan adik saya] lagu anak-anak berbahasa Belanda. Ada beberapa lagu yang sangat saya sukai, dan sampai sekarang masih sering saya nyanyikan. Di antaranya lagu berjudul “Toen on Semop je Mop” yang mengisahkan seekor anjing kecil yang selalu menyalak setiap hari. Juga lagu tentang seorang pelaut muda yang berjudul “Ferme Jongen“.
Berangkat dari kebiasaan menyanyi dan mendengarkan Bapak dan Ibu yang suka menyanyi itulah, maka ketika bersekolah di kelas 0 [sekarang TK] sampai SR/SD kelas VI, saya sangat menyukai pelajaran menyanyi.
Beruntung ketika di sekolah dulu, para guru selalu memberikan ruang dan kesempatan yang luas kepada saya untuk menunjukkan kemampuan bernyanyi. Sehingga, kesan dari pelajaran menyanyi semasa di Sekolah Rakyat dulu terbawa sampai kini. Ya, sampai hari ini saya memiliki kesukaan atau hobi menyanyi. Saya merasakan, kesukaan menyanyi yang dimiliki itu merupakan imbas atau buah dari kesukaan mendengarkan Bapak dan Ibu menyanyi, berlatih menyanyi bersama mereka berdua, dan mengikuti pelajaran menyanyi di sekolah dulu. Ou, Bapak dan Ibu telah memberikan sesuatu yang indah dalam kehidupan saya, yakni telah mengajari saya menyanyi sejak kecil.
Bentuk Dua Grup
Pengalaman-pengalaman yang indah semasa kecil dan saat sekolah dalam hal menyanyi itulah yang membuat saya hingga sekarang ini mempunyai hobi atau kesukaan menyanyi. Untuk menyalurkan hobi menyanyi itulah, di usia tua ini, saya kemudian membentuk dua grup tetap atau komunitas tetap menyanyi.
Pertama, pada tahun 2010 membentuk grup “Golden Miracle” yang beranggotakan 18 orang, campuran laki-laki dan perempuan, dengan base camp di rumah Anky Laurens, Kotabaru. Latihan rutin setiap hari Senin, dengan iringan musik Anky Laurens sendiri. Kemudian kedua, grup “Putri Ayu” yang beranggotakan lima orang. Bersama grup ini sudah sering siaran di RRI Yogyakarta dan Radio Swara Kenanga Jogja. Selain di kedua grup itu, saya juga suka hadir di Sanggar Melody dan grup LaNosta.
Di grup-grup menyanyi atau komunitas-komunitas menyanyilah itulah saya benar-benar mendapatkan tempat yang sangat menyenangkan dan membahagiakan untuk menyalurkan hobi menyanyi tersebut. Di usia-usia tua seperti ini, grup-grup atau komunitas-komunitas menyanyi itu sungguh saya rasakan sebagai tempat yang tepat untuk terus menyalurkan hobi menyanyi. Ya, usia boleh tua, tapi semangat untuk menyanyi tak boleh hilang, tak boleh sirna.
Apalagi bagi saya, menyanyi itu seni suara yang indah dan menyenangkan. Menyanyi, membuat hidup dipenuhi warna. Karena senandung lagu yang mengalir lewat nada-nada mampu mengekspresikan segala rasa suka, bahagia maupun gundah, duka, dan kepiluan. Dan, saya merasakan suatu hal yang terpenting, menyalurkan hobi menyanyi merupakan terapi untuk memperpanjang usia.
Ya, kesukaan menyanyi itu, sejak kecil, remaja, dewasa, tua, bahkan sampai saya berstatus nenek tujuh orang cucu dan nenek buyut dari lima orang cucu buyut terus menggelora. Sejak Sekolah Rakyat, kuliah, kemudian bekerja seakan terus mengikuti langkah-langkah kehidupan saya.
Kebetulan saya bekerja sebagai penyiar di media TVRI. Pekerjaan yang banyak bersentuhan dengan masyarakat luas, terutama yang berkaitan dengan komunikasi, seni dan budaya. Dan, pekerjaan yang penuh nuansa intertaint itu sangat seiring serta seirama dengan kesukaan saya menyanyi. Walau sesungguhnya, hobi menyanyi tersebut benar-benar baru bisa saya lakukan dengan sepenuh hati sejak pensiun dari penyiar di TVRI Yogyakarta pada tahun 2001.
Ketika saya masih aktif bekerja di TVRI Yogyakarta sebagai penyiar tetap, pembawa acara, dan penyiar berita, juga punya tugas sebagai produser berbagai acara. Di antaranya, acara Arena Anak-anak, Ruang Wanita, Cerdas Cermat, Ayo Menari, dan Pesona Wisata.
Saat masih aktif tersebut, hobi menyanyi saya juga tersalurkan lewat acara Candra Pesona, sebagai peserta tebak judul lagu yang waktu itu diisi kami berempat yakni Kepala RRI Nusantara II, Kepala Perusahaan Rekaman Lokananta, penyiar Koestilah, dan saya. Dan, ketika itu saya berhasil memenangkan sebagai juara pertama.
La Vie en Rose, Lagu Kenangan
Di saat dewasa, dan ketika perbendaharaan lagu semakin banyak, terus terang saya memang punya sejumlah lagu kesukaan atau lagu-lagu yang paling disukai, dan lagu-lagu kenangan. Lagu-lagu andalan itu diantaranya Help Me Make It Through The Night, No Regret, Green Green Grass of Home, Kusimpan Cintamu, Kuterkenang Selalu, dan La Vie en Rose.
Lagu Help Me Make It Through The Night punya arti khusus buat saya. Karena lagu ini merupakan lagu Barat pertama yang bisa saya hapal dan nyanyikan. Berminggu-minggu saya mencoba menghapal lirik dan lagu yang dipopulerkan Elvis Presley. Seingat saya, selain Elvis Presley, lagu ini juga dipopulerkan Sammi Smith, Anne Murray, dan Michael Buble.
Bila lagu Help Me Make It Through The Night merupakan lagu Barat pertama yang bisa saya hapal dan nyanyikan, berbeda halnya dengan lagu La Vie en Rose. Lagu La Vie en Rose memiliki kenangan khusus, dan sangat khusus dalam kehidupan saya. Ya, lagu La Vie en Rose
yang dipopulerkan oleh Edith Piaf, dan beberapa penyanyi tenar lainnya merupakan lagu kenangan yang sangat manis dan tak pernah bisa saya lupakan sampai kapan pun.
Kenapa begitu? Kenapa lagu La Vie en Rose itu sangat berarti buat saya? Baiklah, saya ceritakan. Terus terang, karena lagu itu mengingatkan kepada seorang pemuda, tempat saya melabuhkan cinta pertama. Kebetulan pemuda itu kakak kelas saya di sekolah. Masih melekat erat di kenangan, saat perpisahan sekolah saya menari ballet, dan dia yang mengiringi tarian saya dengan piano yang dimainkannya. Namun sayang, dia tidak ditakdirkan Tuhan sebagai jodoh saya.
Cobalah simak sebagian lirik dari lagu La Vie en Rose yang selalu mengingatkan saya kepada cinta pertama itu.
Des yeux qui font baisser les miens
Un rire qui se perd sur sa bouche
Voila le portrait sans retouches
De l’homme auquel j’appartiens
Quand il me prend dans ses bras
Il me parle tout bas
Je vois la vie en rose
Il me dit des mots d’amour
Des mots de tous les jours
Et ca me fait quelque chose
……………………..
Sedangkan lagu Kuterkenang Selalu yang dulu dipopulerkan Arie Koesmiran dan Green Green Grass of Home selalu mengingatkan kepada adik kandung satu-satunya yang saya sayangi dan sudah meninggal dunia. Karena lagu itu adalah lagu kesayangan adik saya yang sering dia nyanyikan semasa masih hidup.
Tetap Merasa Muda
Hobi menyanyi benar-benar telah membuat diri saya tetap bersemangat hingga kini. Di saat menyalurkan hobi menyanyi, saya merasakan suatu kegembiraan dan kebahagiaan yang besar. Dengan menyanyi, saya merasakan diri saya tetap muda. Walaupun usia sudah tidak muda lagi, karena kini 76 tahun, namun tidak membuat saya merasa tua sekali dan malas atau malu bila menyanyi. Justru bersemangat jika tampil menyanyi, penuh gaya, percaya diri di hadapan orang banyak. Dengan menyanyi rasanya hati ini tetap sepert dulu, saat masih muda. Terpenting dari semuanya, menyanyi bisa dijadikan terapi untuk memperpanjang usia.
Menyanyi itu penyemangat hidup. Lewat hobi menyanyi saya jadi lebih semangat dan punya harapan untuk selalu bisa datang lagi, dan datang lagi. Untuk bertemu sahabat-sahabat, bernyanyi bersama, bergembira bersama. Buat saya, yang mengesankan dan menyenangkan saat menyanyi adalah jika saat kita sedang menyanyi semua yang hadir antusias memberi perhatian dan mendengarkan lagu yang sedang dibawakan. Dan, sungguh senang jika ada yang request lagu untuk saya nyanyikan. Terlebih lagi bila saya bisa membawakannya dengan baik.
Selain itu saya juga sangat senang dan bahagia bila di saat menghadiri undangan-undangan pernikahan atau undangan-undangan pesta lainnya, saya diberi waktu atau diundang naik ke stage untuk menyanyi. Di situ saya merasa sangat dihargai. Sebaliknya, alangkah sedih dan merasa tidak berharganya diri saya, bila di event acara tertentu ada hiburan pakai player, tapi tidak bisa ikut menyumbangkan suara. *** [Ken Utami]
*** Ken Utami, lahir di Solo, 9 Mei 1945. Pensiunan PNS sebagai penyiar dan produser acara pendidikan dan acara Pesona Wisata TVRI Yogyakarta ini kini masih sibuk ikut berbagai organisasi sosial, anggota beberapa majelis pengajian, dan masih aktif sebagai MC berbagai acara. Sekarang masih dipercaya sebagai ketua di grup menyanyi Golden Miracle. Penyandang gelar Sarjana Muda Bahasa Inggris ini adalah Ibu empat orang anak, nenek tujuh orang cucu dan bebek buyut lima orang cucu buyut. Sekarang ia tinggal di Cokrobedog, Jalan Beo, Nglarag, Sidoarum, Sleman.