Saat berita ini keluar, sudah diduga kehebohan muncul. Persis seperti gegap gempita genderang kontroversi ketika seorang Denny JA begitu giatnya menggaungkan genre Puisi Esai. Dalam hal ini aku tidak mau terlibat dalam pro-kontra atau pantas tidaknya Bang Denny mendapat nominasi atau hal-hal serupa. Sah-sah saja setiap orang punya pandangan berbeda. Aku sendiri memilih untuk melihat bahwa mau itu Denny JA atau siapa pun itu, dia berhak, bisa dan mungkin punya potensi Nobel. Bahkan menurutku sejatinya setiap dari kita, sudah memiliki potensi Nobel dalam dirinya. Nobel apapun itu — tanpa perlu bergulat dan asyik masyuk dengan Nobel ala dunia prestisius tersebut.
*
Nobel apakah itu? Menurutku Nobel “mulia” dari setiap kita adalah Nobel kedirian, kebajikan dan kebijakan. Apapun bentuk kedirian, kebaikan dan kebijakan itu. Apa yang bisa kita perjuangkan, terus dilakukan. Segala bentuk kebaikan yang sudah dilakukan, jalankan terus. Segala hal bijak dan baik, tunjukkan dan lakukan selalu. Lakukan dan teruskan ini semua tanpa perlu terusik oleh Nobel, pujian atau cacian. Dan itulah Nobel sejati yang sesungguhnya.
Nobel itu sendiri letaknya ada dalam diri masing-masing dari kita. Ia juga tentunya tidak terlepas dari kerendahan hati, kemuliaan dan kemampuan untuk selalu bisa merunduk menerapkan ilmu padi yang hakiki. Ia terletak pula pada orisinalitas, konsistensi dan kemampuan untuk selalu bisa berbuat kebajikan dan kebijakan dalam berbagai hal. Sifatnya genuine, murni, tanpa dipaksa-paksa atau direkayasa.
Jika seseorang mampu menulis, maka selalulah menulis untuk kebaikan dan kemanusiaan. Jika ia punya dana banyak dalam hidupnya, gunakan dana itu seoptimal mungkin untuk mendorong program-program perdamaian, pengentasan kemiskinan, pemberdayaan, krisis iklim dan sebagainya, yang menjadikan bumi menjadi lebih baik. Jika ia petani, maka dengan penuh cinta, bertanilah ia. Semaikan bibit baik dan cinta dalam setiap tanaman yang ditanam dan dipeliharanya karena tanaman itulah yang akan menjadi pangan bagi manusia.
*
Jadi sejatinya, setiap orang punya Nobel dalam dirinya, tanpa perlu pujian, kontroversi, serta kampanye. Tanpa perlu riuh rendah yang bisa jadi memabukkan, atau sebaliknya melelahkan hati. Nobel sejati itu akan menghampiri siapapun yang pantas, dan meninggalkan siapapun yang belum saatnya. Maka tugas kebajikan dan kebijakan setiap dari kita adalah terus menumbuhkan dan mengembangkan Nobel sejati kedirian itu. * (Swary Utami Dewi)
* Swary Utami Dewi, Wakil Sekjen Satupena.