Watie Respati, koordinator 10 perupa perempuan menanggapi dengan senang hati atas diperpanjangnya waktu pameran, dan rencana acara penutupan yang akan dilakukan 8 Juli 2021 pkl 14.00 dibatalkan, diganti acara perpanjangan, yang dihadiri beberapa perupa pria. Dua di antara dari 10 perempuan perupa yang hadir Lully Tutus dan Watie Respati.
“Karena perpanjangan waktu pameran, sehingga karya dari 10 perupa perempuan dipamerkan selama kurang lebih 1 bulan” ujar Watie Respati.
Para perupa perempuan, yang ikut pameran menampilkan karya yang berbeda-beda. Ada lukisan batik seperti karya Setyowati, Lukisan kaca karya Rina Kurniyati, lukisan dengan media kertas seperti karya Peni Citrani Puspaning dari Surabaya dan Dwi Rahayuningsih dari Yogya. Lainnya menggunakan kanvas. Para perempuan perupa ini sudah sering melakukan pameran di tempat yang berbeda-beda dan di kota-kota lain, termasuk di negara lain.
Erica Hestu Wahyuni misalnya, sejak tahun 1990 sudah mulai pameran, dan terus sepanjang tahun memamerkan karya-karya, sampai tahun 2021 dia juga sudah melakukan pameran baik di Indonesia maupun di negera-negara lain.
Rina Kurniyati, yang khusus menyajikan lukisan kaca, sudah berulangkali pmeran di banyak tempat. Di tahun 2021, Rina telah 2 kali memamerkan karyanya di tempat berbeda.
Lalila Tifah, alumni program Studi Disain Interior ISI Yogya, telah melakukan pameran puluhan kali di tempat yang berbeda-beda. Baik pameran tunggal maupun pameran bersama.
Masing-masing perupa menampilkan 2 karya rupa, hanya Erica Hestu Wahyuni yang menyajikan satu karya ukuran besar 120 x 200 cm, sehingga karyanya memenuhi satu dinding penuh. Peni Citrani Puspaning lebih dari dua karya, karena karyanya kecil2 dan menggunakan kertas, shingga satu dinding bisa untuk memajang beberapa karya.
Perupa perempuan lainnya menampilkan dua karya, karena masing-masing membuat dalam ukuran sedang sehingga satu dinding bisa untuk memajang dua karya.
Ons Untoro, yang menemani 10 perempuan perupa pameran, dan menginteraksikannya dengan karya sastra dalam hal ini puisi, sehingga 10 perempuan perupa tidak hanya melukis, tetapi juga menulis puisi dan menerbitkan antologi puisi rupa menyebutkan, sebagai perupa para perempuan perupa ini mempunyai kemampuan teknis yang sudah final, dan karya-karyanya bisa dinikmati.
“Rasanya, ditilik dari biodata masing-masing, semuanya sudah memiliki jam terbang, yang masing-masing berbeda tensi jam terbangnya,” ujar Ons Untoro (*)