Buku kumpulan puisi karya Afnan Malay diberi judul ‘Tentang Presiden dan Pelajaran Membaca’ terdiri dari 60-an puisi yang ditulis dari tahun 2005 sampai 2020. Afnan Malay, selain dikenal sebagai aktivis mahasiswa, memang sejak lama bergulat dengan puisi dan sekarang dikenal sebagai seorang pengacara sekaligus penyair.
Para pembaca puisi yang akan tampil adalah aktivis mahasiswa dan penyair, yang secara pribadi dikenal oleh Afnan. Dua di antaranya, Isti Nugroho, sekarang tinggal di Jakarta, dan Tri Agus Susanto, pengajar, tinggal di Yogya, pernah dipenjara oleh rezim orde baru. Isti Nugroho, ketika dipenjara aktif di Kelompok Studi Sosial Palagan, dan Tri Agus Susanto di Pijar, Jakarta.
Selain kedua nama disebut di atas, yang akan tampil membaca puisi ialah Yuni Setia Rahayu, pernah menjadi Wakil Bupati Sleman, dan sekarang menjadi anggota DPRD DIY dari Frkasi PDIP. Nama yang lain, Hamdy Salad, seorang penyair Yogya yang cukup produktif, Labibah Sain, seorang pengajar, Aly D.Musyrifa, penyair, direktur MMPI (Mari Membaca Puisi Indonesia) dan pernah keliling di beberapa negara.
Ditengah pembacaan puisi akan dilantunlan lagu puisi karya Afnan Malay, yang dikerjakan oleh Rusmansyah dan Fitri Yani dengan iringan piano. Tidak ketinggalan, Joshua Igho, penyair dari Magelang, menggubah satu puisi karya Afnan Malay menjadi lagu, yang diiringi petikan gitar.
Pembaca puisi yang lain, dua aktor teater dan aktivis sosial, ialah KRT Agus Istijanto Nagaro, atau sering menggunakan nama Kamerad Kanjeng dan Eko Winardi. Keduanya sudah sejak lama bergiat di teater, dan Agus Istijanto, penulis naskah drama berjudul ‘Sepatu Nomor Satu’, yang dilarang dipentaskan oleh rezim orde baru. Keduanya, sudah beberapa kali membaca puisi di Sastra Bulan Purnama, baik sebelum pandemi, atau secara daring, dalam sering poetry reading from home.
Dua perempuan lain akan akan tampil membaca puisi ialah Rieta En, seorang pemain teater, dan seringkali membaca puisi di beberapa tempat. Akan tampil, seorang perempuan muda, yang namanya dikenal dengan panggilan Dee.
Afnan Malay menyebutkan, beberapa sahabat yang membacakan puisinya ini sudah berkawan lama, sejak masih mahasiswa dan sampai hari ini masing-masing masih saling bersahabat, dan sastra yang menjaga persahabatan itu.
“Perubahan politik yang terjadi tidak membuat kita retak dalam bersahabat, puisi dan sastra, kebudayaan umunya, meneguhkan persahabatan kita, meski masing-masing kita jarang sekali saling bertemu” ujar Afnan Malay.
Ons Untoro, koordinator Sastra Bulan Purnama menyebutkan, sudah sejak bulan April 2020, ketika pademi covid 19 membuat orang saling jaga jarak dan tidak berani berkumpul, Sastra Bulan Purnama yang biasanya diselenggarakan dan dihadiri oleh cukup banyak orang, artinya selalu ada kerumuman, dipindahkan secara daring.
“Jadi kerumunan di Sastra Bulan Purnama dilakukan di ruang digital, masing-masing yang hadir bisa berada di lokasi yang berbeda” kata Ons Untoro.
Selama 9 tahun Sastra Bulan Purnama digelar, dan tahun 2021 memasuki tahun ke 10, akan mencoba menjaga persabahan antar kelompok manusia melalui sastra. Karena, yang sering hadir di Sastra Bulan Purnama dari beragam kelompok sosial, bukan hanya dari kalangan penyair saja.
“Selain pencipta karya sastra, yang gadir di Sastra Bulan Purnama adalah pecinta sastra. Jadi, antara pencipta dan pecinta saling bertemu” ujar Ons Untoro.(*)