“Kami mau memasak rica-rica ayam,” kata Agnes, salah seorang perempuan muda yang sedang bersibuk-sibuk si dapur itu.
Agus, yang juga anggota Pemuda Bernas Sragen (Berbagi_Nasi Sragen), bersama sejumlah anggota berbagi_nasi lainnya sedang menyiapkan makanan nasi bungkus yang nantinya dibagikan kepada masyarakat di sekitar jalan-jalan di Kabupaten Sragen.
Menurut Agus, aktivitas memasak sudah dimulai sejak pagi hari. Semua anggota berbagi tugas. Ada yang ke pasar untuk belanja bahan, di dapur untuk membantu memasak, membungkus makanan, dan membagikan nasi.
“Jadi semua anggota kebagian tugas. Dan tugasnya giliran,” imbuh Agus.
Mereka hanya sekitar lima sampai sepuluh orang. Meski sedikit dan dalam ruangan, mereka pun mematuhi protokol kesehatan: memakai masker dan menjaga jarak. Ketika mau keluar untuk beli sesuatu, mereka tak lupa cuci tangan ketika sudah kembali lagi.
“Harus patuhi protokol kesehatan,” kata Kuncoro, anggota BAB Covid-19 yang ikut membantu memasak siang itu. Berbagi_nasi Sragen dalam kebaikan melalui berbagi adalah sebuah komunitas lintas masyarakat yang aktif dalam kegiatan-kegiatan Interfidei, terutama untuk menyebarkan kebaikan dalam membangun empati sosial, toleransi dan melakukan aksi nyata untuk merajut keperdulian. Bersama Interfidei, berbagi nasi bekerjasama dalam forum PRB (Pengurangan Risiko Bencana). Dan selama pandemi Covid-19 ini, mereka melakukan aksi solidaritas lintas masyarakat yang kurang mampu. Salah satu kegiatannya menerima bantuan dan menyalurkannya dalam bentuk makanan siap saji atau nasi bungkus.
Aksi Nyata
Christian Memet, salah satu penggerak Berbagi_Nasi Sragen, mengaku, pembagian nasi bungkus adalah salah satu aksi nyata yang mereka lakukan. Awalnya pembagian nasi bungkus itu mereka lakukan saat bulan puasa. Membagikan nasi bungkus kepada masyarakat takmampu yang mereka jumpai di jalan.
Setelah puasa usai, lanjut Apri, salah seorang penggiat Bernas Sragen lainnya, berbaginasi_sragen memutuskan untuk terus melanjutkan aksi berbagi nasi bungkus. Mengingat situasi saat itu memasuki masa-masa pandemi Covid-19 dan banyak masyarakat yang membutuhkan bantuan.
“Lalu kami putuskan untuk melanjutkan aksi itu selama masa Covid-19,” kata Memet lagi sambil membungkus nasi. Dan acara ini dilakukan setiap dua minggu sekali.
Apa yang berbagi_nasi lakukan, kata Riyan yang juga penggiat Bernas Sragen adalah bentuk nyata bagaimana manusia harus saling membantu di masa pandemi. Solidaritas sesama masyarakat, menurut Apri yang berada di samping Riyan, dalam bersolidaritas dan membantu sesama di masa pandemi Covid-19, tidaklah memandang suku dan agama, karena semua agama mengajarkan perdamaian dan saling menolong.
“Di masa pandemi ini kita tetap bisa bersolidaritas walaupun kita berbeda iman atau kepercayaan. Malah kalau bersolidaritas lintas iman, kita bisa saling membantu dan meringankan,” kata Agus, ikut berbincang lagi, sambil memasukkan nasi bungkus ke dalam plastik besar untuk dibagikan.
Jarum jam sudah menunjuk di angka tiga. Adzan Ashar juga barusan terdengar. Apri dan teman-temannya telah bersiap membagikan nasi bungkus. Mukti yang berada di dekat Apri mengaku, setiap minggu, ia kebagian jatah membagikan sekitar 100 nasi bungkus kepada masyarakat terdampak Covid-19 pada sore hari. Jalur yang mereka lalui yakni sekitar jalan Alun-alun Sragen, Jawa Tengah.
Agus selalu berhenti ketika melihat tukang parkir atau tukang becak. Dia dekati lalu dikasi satu atau dua nasi bungkus. Mereka yang mendapatkannya selalu tersenyum dan mengucapkan terima kasih. Selamet misalnya, tukang becak yang mangkal di Jalan Sukowati. Dia tak henti-hentinya mengucapkan terima kasih dan menelangkupkan kedua tangannya. Selamet mengaku, sebungkus nasi yang dia terima mampu meringankan bebannya. Apalagi sebagai tukang becak, penghasilannya menurun di masa pandemi. Kadang dapat penumpang, kadang juga tidak.
“Bagi saya sangat membantu, terima kasih, Mas,” kata Selamet usai menerima nasi bungkus dari Apri.
Apri mengaku komunitasnya dan Interfidei akan terus berusaha untuk melakukan gerakan nasi bungkus setiap minggu. “Kami ingin tetap membantu dan bersolidaritas,” ujarnya. *** [Muhammad Suryo Prayogo]
* Muhammad Suryo Prayogo, lahir di Sragen 6 Maret 1997. Saat ini menuntut ilmu di Prodi Komunikasi dan Penyiaran Islam [KPI] Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Sunan Kalijaga. Kini ia sedang asyik pul memilih untuk terus berdagang ala digital.