Pada awalnya ia hanya seorang ibu rumah tangga biasa yang kebetulan bersuamikan seorang advokat. Ya, suaminya adalah Muhammad Ikbal, SH, seorang advokat senior di Yogyakarta.
Karena hampir setiap hari ia melihat aktivitas suaminya dalam melaksanakan kerja profesinya sebagai advokat, lama-lama ia mulai tertarik dengan dunia pembelaan hukum tersebut. Terlebih dari kasus-kasus hukum yang ditangani suaminya, ia melihat banyak perempuan yang tak berdaya ketika menghadapi atau menyelesaikan persoalan-persoalan di rumah tangganya.
Dan, akhirnya ia pun memutuskan diri untuk tidak hanya menjadi pendengar setia bila suaminya bercerita tentang kasus-kasus yang dialami perempuan-perempuan tak berdaya itu. Tetapi ia memutuskan untuk turut terlibat membantu secara hukum kepada perempuan-perempuan tersebut. Apalagi ia memang memiliki latar belakang pendidikan hukum, dan bergelar sarjana hukum juga.
“Niat saya sudah kuat untuk terjun ke dunia yang berkaitan dengan pembelaan hukum itu. Apalagi setelah anak-anak berkeluarga, saya punya waktu longgar untuk melakukan aktivitas -aktivitas yang bermanfaat buat orang lain,” katanya.
Berbuat untuk Sesama
Suaminya, Muhammad Ikbal, mendukung niatnya tersebut. Bahkan suaminya pun mendorongnya segera saja memenuhi persyaratan-persyaratan yang diperlukan untuk menjadi advokat. Di antaranya mengikuti Program Pendidikan Khusus Advokat.
“Ketika niat itu saya utarakan ke suami, suami dengan serta merta mendukungnya. Bahkan, kata suami, kalau mau jangan setengah-setengah, langsung saja menjadi advokat. Begitulah, setelah memenuhi semua persyaratan, saya pun kemudian menjadi advokat. Mengikuti profesi suami” ujar Sri Supadiyanti SH di kantornya Gg. Flamboyan, Wiyoro Kidul, Baturetno, Banguntapan, Bantul, Yogyakarta pekan lalu.
Setelah resmi menyandang profesi advokat, ia pun menguatkan tekadnya untuk memberi pembelaan dan perhatian khusus kepada para perempuan yang memiliki perkara berkaitan dengan persoalan rumah tangga, terutama mereka yang tak berdaya dan lemah secara ekonomi dan hukun.
“Banyak para istri atau ibu-ibu yang memiliki persoalan atau perkara si rumah tangganya. Misalnya, menjadi korban kekerasan dalam rumah tangga, ingin berpisah atau bercerai, dan lainnya. Tapi mereka masuk kategori tak berdaya. Lemah secara ekonomi, juga lemah akan pemahaman terhadap hukum. Nah, yang seperti itulah yang menjadi fokus perhatian saya. Saya ingin berbuat untuk sesama,” jelas Sri Supadiyanti.
Menurut Sri Supadiyanti, ia memang sudah bertekad untuk melakukan langkah-langkah yang nyata dan berarti bagi perempuan-perempuan tak berdaya itu. Untuk itu ia pun kemudian terlibat aktif dalam Lembaga Konsultasi Kesejahteraan Keluarga (LK3) “Sekar Melati” Kota Yogyakarta. Bahkan dirinya pun dipercaya menjadi Ketua LK3 tersebut.
Tak Mampu, Gratis
Sebagai advokat dan juga Ketua LK3 “Sekar Melati”, menurut Sri Supadiyanti, selama ini ia sering menangani kasus-kasus perceraian. Ia banyak melakukan pembelaan terhadap para istri yang diperlakukan semena-mena oleh suaminya dan yang kemudian berujung pada perceraian.
Tapi sebagai Ketua LK3 “Sekar Melati” , dirinya sering mengutamakan langkah-langkah pencegahan agar tak perlu terjadi persoalan si rumah tangga berujung di perceraian.
“Ya, saya sering melakukan penyuluhan-penyuluhan yang berkaitan dengan persoalan di rumah tangga tersebut. Penyuluhan-penyuluhan itu perlu sebagai langkah untuk mencegah terjadinya perceraian. Buat saya, mencegah itu lebih penting. Karena kalau sudah terjadi kasus, seringkali sulit didamaikan. Hingga kemudian berakhir di Pengadilan,” ujar Sri Supadiyanti, nenek dari empat orang cucu tersebut.
Sri Supadiyanti mengaku, sudah banyak kasus yang ditanganinya secara cuma-cuma atau gratis, terutama pada mereka yang tidak mampu.
“Ya, sudah banyak kasus yang saya tangani secara cuma-cuma. Terutama pada mereka yang bisa menunjukkan keterangan tidak mampu. Asal bisa menunjukkan keterangan tidak mampu, ditangani cuma-cuma atau gratis,” ungkapnya.
Dikatakannya, hal itu merupakan lahan untuk beribadah dan beramal. Karena hidup di dunia sementara, yang penting kehidupan akhirat dengan mengumpulkan pahala, dan hidup menjadi barokah. * (Sutirman Eka Ardhana)