Rabu , 11 Desember 2024

Kalau Kyai Condong Campur Murka

Pada jaman Sandyakalaning Majapahit terjadi huru hara yang sangat hebat. Golongan bangsawan yang sudah tidak mau mentaati aturan negara ingin berkuasa. Mereka hidup menurut aturannya sendiri sendiri, tidak mau diatur dan inginnya bersenang senang, bersukaria. Sementara di kalangan rakyat masih menghendaki aturan kerajaan dipatuhi. Mereka ini masing masing mempunyai pegangan pusaka yang sama sama saktinya .

Dari golongan bangsawan mengedepankan keris Sabuk inten keris berlekuk sebelas yang sangat istimewa dan sangat sakti. Seharusnya dengan membawa keris luk sebelas kalangan bangsawan harus sadar akan hidupnya bahwa hidup mereka itu hanyalah hasil dari belas kasih dari Tuhan orang tua dan lingkungan di mana mereka berada. Sementara dari kalangan rakyat jelata dan kawula alit mempunyai pegangan keris luk tiga belas yang sering dinamakan sengkelat.Rakyat menyadari sepenuhnya bahwa hidupnya hanyalah tergantung dari kebaikan Tuhan Yang Maha Esa.

Adanya dua kelompok bangsawan dan kalangan rakyat ini menjadikan pemerintah kerajaan merasa bingung. Kalau mereka berpihak kepada bangsawan tentu rakyat akan memberontak. Tetapi kalau memihak rakyat maka para bangsawan tentu akan murka.

Oleh karenanya pihak kerajaan meminta para empu untuk membuat keris baru untuk melerai pertikaian diantara para bangsawan dan para kawula alit. Dibentuklah empu Domas yang berjumlah 800 empu untuk membuat keris baru. Dan masing masing empu mempunyai tugas ada yang mencari besi, ada yang mencari pamor, ada yang memburu baja, ada yang membuat kodokan, saton dan sampai kepada penyepuhan.

Dari sinilah kemudian muncul keris luk lima dengan nama Condong Campur, yang dimaksudkan untuk melerai kedua golongan di Majapahit. Karena kedua golongan atau kelompok itu kalau bertemu hanya bikin onar dan saling menyalahkan. Golongan rakyat senantiasa mentaati aturan agama, sementara golongan bangsawan cenderung menghancurkan segala aturan..

Oleh karena itulah diharapkan dengan adanya keris Condong Campur itu bisa menjembatani kedua golongan tersebut. Empu empu yang sangat mumpuni dalam pembuatan keris pun disatukan untuk membuat Condong Campur itu. Agar kedua golongan bisa bersatu.

Simak juga:  Jiwa Jawi Menjawab Kerinduan Barat

Namun apa yang terjadi, para empu pembuat keris itupun pada kaget.. Setelah keris Condong Campur jadi yang terjadi malahan para ksatria atau bangsawan yang menyandang keris Sabuk Indten itu malah kepengin menguasai tampuk kepemimpinan pemrintahan. Tentu saja hal ini menjadikan raja dan kalangan pemerintahan berang. Oleh karenanya keris yang dibuat oleh Empu Domas pun digunakan untuk mengalahkan para bangsawan yang ngotot ingin menguasai kerajaan. Dan sungguh keris Sabuk intenpun bisa dikalahkan oleh keris Condong Campur. Para bangsa pun berang mengapa keris mereka dikalahkan oleh keris Condong Campur. Kemudian dengan segala cara mereka mengadu domba antara pemerintah kerajaan dengan rakyat. Dan benarlah pihak pemerintah kerajaan terpancing untuk mengalahkan rakyat juga yang mempunyai pegangan keris Sengkelat.

Anehnya ketika keris Condong Campur ditandingkan dengan keris Sengkelat, apa yang terjadi, ternyata keris Condong Campur kalah kewibawaannya bahkan sempat patah di ujungnya.

Keris Condong Campur sebagai mana ketika kalah tidak mau mengakui kekalahannya. Keris Condong Campur lari sambil marah marah dan melesat ke angkasa dan konon kemudian menjadi bintang berekor sambil mengeluarkan sumpah serapah yang akan mencelakai warga bumi kalau dia muncul lagi di bumi ini. Oleh karena itulah setiap kemunculan bintang berekor di Indonesia pada bulan Mei- Juni selalu menimbulkan pageblug atau wabah penyakit. Itulah sumpah serapah dari Kyai Condong Campur yang melesat ke angkasa menjadi bintang berekor yang paling terang di langit yang sering disebut oleh orang Jawa sebagai Lintang Kemukus.

Pada masa sandyakalaning Majapahit itu sekitar tahun 1400. Kemudian muncul lagi bintang itu pada tahun 1618 dengan warna yang sangat merah membara oleh karena itulah bintang ini disebut juga bintang yang baru marah. Ketika itu juga pulau Jawa terkena wabah yang luar biasa. Orang sakit pagi sore mati, sore sakit paginya meninggal.

Pada saat itu terjadi perang yang gagal yang dilakukan oleh pasukan Kerajaan Pajang yang mau menyerang Mataram di Kota Gede.. Pada saat itu digambarkan dalam Babad Tanah Jawi ada ombak segara yang menyapu tepi pantai di sebelah selatan pulau Jawa. Kalau sekarang kejadian itu disebut sebagai Tsunami. Diceritakan Pasukan Nyai Rara Kidul membantu Panembahan Senapati dalam memerangi Pasukan Pajang yang menyerang Mataram. Mengenai benar tidaknya babad itu tergantung dari penelitian para ahli karena babad bukan sejarah tetapi lebih lebih catatan pengingat siapa yang menjadi raja kala itu.

Simak juga:  Sasmita

Pada tahun 1744, Bintang Berekor atau Lintang Kemukus ini kelihatan lagi di bumi Nusantara, yang pada waktu itu terjadi perang besar antara VOC dengan raja Mataram . Karena VOC menggunakan taktik Devide et Imper, para penguasa Mataram diadu oleh Belanda antara saudara dengan saudara. Yang di kemudian hari muncul Perjanjian Giyanti yang menjadi kraton Mataram terbagi dua yakni Kasultanan Yogyakarta dan Kasunanan Surakarta.

Pada tahun 1901 Bintang Berekor muncul lagi dan pada waktu itu terjadi malapetaka hebat lantaran Gunung Kelud dan Gunung Merapi meletus berbarengan sehingga menjadikan korban bergelimpangan. Ribuan korban meninggal dunia. Dan setelah itu lahirlah Bung Karno yang bakal membebaskan bangsa Indonesia dari penjajahan Belanda.

Selanjutnya di tahun 1965 kemunculan Lintang Kemukus itu berbarengan dengan banjir darah karena adanya Gerakan Tigapuluh Sepetember.

Pada bulan Mei- Juni ini bintang tersebut sedang menuju Matahari melewati bumi Indonesia dan ternyata menyebar wabah Corona. Bintang yang mempunyai nama beken Comet Atlas atau C 2019 itu kemuncullannya selalu berbareng dengan wabah dan peperangan. Dan di abad ini Comet itu menelan ribuan korban dengan wabah corona..

Tetapi ada yang menarik untuk diungkap dan diteliti oleh para leluhur, kalau bintang itu muncul dari timur, membawa berita duka. Sedangkan kalau dari selaran bakal terjadi raja surud. Sedang kalau bintang itu muncul dari barat bakal ada ratu yang bertahta. Sementara kalau bintang itu muncul dari utara bakal ada keruwetan missal yang tidak bisa diramal sebelumnya. Situasi ini menjadikan beras dan makalan mahal, sementara emas semakin murah. (Ki Juru Bangunjiwa)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *