Rabu , 11 Desember 2024
Ilustrasi Budaya (ft. Ist)

Seniman, Partai Politik dan Strategi Kebudayaan

PARTAI politik, adalah produk kebudayaan, khususnya dalam mewadahi hasrat terbaik dalam penataan dan pengelolaan kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.  Intinya, partai politik bagian tidak terpisahkan dari upaya umat manusia untuk mencapai taraf hidup terbaik, suatu kehidupan yang ditandai adanya satuan rangkuman keadaban.  Artinya, partai politik yang baik adalah partai yang serba-beradab.

Karena itu, berpartai atau menggerakkan partai politik, tidak bisa lain kecuali harus terlibat aktif dalam proses kebudayaan, atau mengilhami dan mengalami proses dialektika kebudayaan. Partai politik itu ada justeru karena dipahami maknanya sebagai patron  agen perubahan kultural (agent of cultural changes). Sangat dipahami, bahwa partai politik tidak sebatas membawa perannya sebagai agen perubahan kehidupan praktik politik, sebab praktik politik tidak akan membawa perubahan apapun terhadap peradaban, apalagi kalau hanya semata-mata untuk perolehan kekuasaan, pemegang tampuk kuasa.

Partai politik memang secara sederhana dapat dipahami sebagai wahana menaiki tangga kekuasaan. Tetapi, kekuasaan yang didapat tidak akan sempurna dan membawa kesejahteraan masyarakat, kalau partai politik melupakan perannya sebagai penguat keadaban masyarakat yang berbasis pada “arsitektur kebudayaan” yang diproses dan dirancang lewat  dialektika yang intensif. Singkatnya, partai politik harus mewarnai dialektika kebudayaan. Jika tidak, partai politik akan tercerabut dari akar masyarakatnya, akar keberadabannya, sekaligus akar kebudayaannya.

Kerangka pikir ini memberi gambaran yang jelas, adanya peluang partai untuk beperan dalam “mendesain” proses dialektika kebudayaan. Oleh karena dialektika kebudayaan itu melibatkan segi-segi manusia lengkap dengan segala kerumitan kepentingan hidupnya, maka partai politik sebagai elemen kuat pembawa perubahan, hendaklah sedia terus terlibat memberi warna dan isi proses kebudayaan itu. Warna dan isi tersebut bukan adaptasi dari tradisi indoktrinasi politik sebagaimana sering terjadi, melainkan lewat “infiltrasi politik budaya dan budaya politik” dalam kehidupan sehari-hari masyarakat.

 

Konstituen Permanen

Infiltrasi “segala ikhwal” partai politik ke dalam semua sektor kehidupan (baca: kebudayaan) harus tidak terbatas pada angka partisipasi jangka pendek dan serba permukaan, melainkan harus lebih substantif dan permanen. Basis dukungan partai politik bukan sebatas kekuatan elektabilitas (electoral powered) yang diakibatkan oleh kampanye singkat (hard campaign) melainkan oleh basis kekuatan konstituen permanen (permanent constituent) sekaligus kekuatan pendukung dinamis (dynamic participant),  yang diakibatkan oleh kampanye terstruktur berjangka panjang (soft-natural campaign).

Simak juga:  Tuhan Sebagai Pelengkap Penderita (Bedhol Negoro, 7)

Kampanye terstruktur berjangka panjang itu perlu desain yang konseptual sekaligus operasional. Dengan adanya desain itu, maka partai politik dapat melakukan tindakan infiltrasi positif terhadap proses kebudayaan (dalam arti luas) yang terjadi dalam masyarakat. “Desain kampanye” tersebut terstruktur dalam desain utama (grand design) dan desain tiap-tiap sektor kehidupan. Salah satu sektor terpenting adalah sektor seni dan budaya. Atau yang sering disebut sebagai “kebudayaan dalam arti sempit”.

Usulan “desain infiltrasi” ke dalam sektor seni budaya, perlu dilakukan perubahan sudut pandang. Kemajuan suatu masyarakat salah satunya ditandai oleh kemanjuan pengembangan seni-budayan sesuai jamannya. Termasuk, di dalam merawat dan melestarikan seni-budaya tradisi yang pernah ada dan mendapat dukungan luas pada zamannya. Jika selama ini tuduhan atas kemunduran seni-budaya pada “matra seni” yang ada, maka harus ada perubahan pandangan bahwa sejatinya semua berpulang kepada para pelakunya. Dengan kata lain, ada peran penting dan keterlibatan manusia pendukungnya. Artinya, sumber daya manusia kreatif yang ada di balik setiap kehidupan seni-budaya adalah kunci utamanya. Dimanapun, “manusia” adalah kunci perubahan.

Tidaklah mengherankan apabila banyak tokoh politik/partai sejak mula sudah menyasar pada penguatan figur pelaku seni-budaya. Dengan keberdayaan figur pelaku seni-budaya, maka kemajuan matra seni-budayanya akan terjamin perkembangan kreatifnya. Strategi ini patut digarisbawahi dan didukung untuk dilanjutkan disertai upaya yang lebih terstruktur sehingga terdapat “grand design” penguatan kehidupan seni-budaya bangsa. Lewat cara inilah maka, sumbangsih partai politik terhadap penguatan proses dialektika kebudayaan, dalam memberi warna dan isi perubahan, dapat dicatat dan dibaca dengan sangat jelas oleh publik. Pada akhirnya, kesaksian publik atas bacaan-bacaan benderang atas peran serta partai tersebut, akan membuahkan panen suara (dukungan) secara natural, awet,  rasional, konseptual, dan tidak sekadar dukungan yang bersifat transaksional.

Simak juga:  Adv. Suyanto Siregar SH: Dalam Hiruk-Pikuk Pemilu, Advokat Tak Boleh Lupa Jati Dirinya

 

Seniman Subjek Utama

Strategi dukungan partai kepada seniman (pelaku seni budaya) menjadi kunci utama. Pada prinsipnya, seniman tidak dalam posisi peminta-minta dan penerima belas kasihan. Seniman (baca: pekerja seni) menempatkan dan ditempatkan sebagai subjek utama sekaligus kekuatan utama pembawa perubahan, yang berperan secara nyata dalam dialaktika kebudayaan bersama-sama dengan pelaku di sektor lain. Seniman harus didorong agar mempunyai strategi, program, agenda, dan kegiatan terarah yang bisa memberi warna dan isi terhadap perubahan yang lebih baik. Dukungan utama bagi pekerja seni adalah penciptaan iklim dan peluang berkesenian yang kondusif dan prospektif; dengan senantiasa mempertimbangkan kebutuhan dasar (basic need) para senimannya lewat pemberdayaan diri (self-impowering).

Bentuk konkritnya, antara lain:

  1. membuka peluang terbuka yang membanggakan, dan penyediaan forum-forum seniman berekspresi di bidangnya sekaligus peluang kolaborasi lintas bidang; lewat pelibatan dalam peristiwa seni-budaya.
  2. mendorong penyediaan kebutuhan dasar (baca: perekonomian) seniman agar mampu berekspresi; lewat bantuan fasilitas dan dana.
  3. menguatkan visi enterpreneurship dan kemampuan organisasi seniman; lewat pelatihan dan praktik lapangan.
  4. agar “hidup makin indah” penuh dengan “sentuhan seni” (art-minded) maka pekerja seni perlu dilibatkan dalam berbagai aktivitas kehidupan; lewat pelibatan dalam kegiatan di sektor lain.
  5. adanya upaya pedalaman seniman atas kehidupan politik dan kepartaian untuk tujuan penguatan komunikasi lintas budaya; lewat pelibatan dalam peristiwa politik dan dialog antar budaya.

Demikianlah sebaiknya membaca peta seniman/pelaku budaya di area politik kepartaian yang sedang gencar menambang suara.  Seniman harap tetap dalam posisi kemerdekaan kreatifnya. Tidak dimana-mana tapi ada di mana-mana. Semoga uraian ini membawa manfaat. (PURWADMADI, praktisi budaya)

 

Yk/01/2019

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *