Langkah itulah yang sejak beberapa tahun ini ditempuh oleh Taman Bacaan Masyarakat (TBM) “Gubug Pintar” di Dusun Nitikan Timur, Semanu, Gunungkidul, melalui pengelolanya, Tri Sudaryani.
Menurut Tri Sudaryani, budaya baca masyarakat pedesaan di Kabupaten Gunungkidul selama ini selalu dipandang sangat lemah atau rendah. Lemahnya budaya baca membuat minat baca pun menjadi rendah. Padahal lemahnya budaya baca atau rendahnya minat baca, akan berakibat pada kurangnya kemampuan untuk berinteraksi dengan perkembangan serta kemajuan gerak kehidupan sekarang ini.
“Harus diakui, budaya baca atau minat baca di kalangan masyarakat pedesaan di Gunungkidul ini masih belum menggembirakan. Artinya, budaya baca atau minat baca itu tidaklah sebagus masayarakat di kawasan perkotaan, seperti Yogya, misalnya. Hal seperti itu tak boleh dibiarkan begitu saja. Harus ada upaya-upaya untuk merubah kondisi seperti itu. Budaya baca harus digalakkan. Jika budaya baca sudah terbangun, maka minat baca pun akan menjadi tinggi. Nah, kami pun bertekad untuk membangun budaya baca dan minat baca masyarakat itu melalui TBM, salah satunya TBM Gubug Pintar yang saya kelola,” kata Tri Sudaryani, belum lama ini usai menerima penyerahan sumbangan atau donasi buku dari Paguyuban Wartawan Sepuh (PWS) Yogyakarta.
Tri Sudaryani menerima penyerahan donasi buku dari PWS itu dalam kapasitasnya sebagai Ketua Forum TBM Kabupaten Gunungkidul. Donasi buku itu diserahkan pada saat penyelenggaraan Diskusi Kebangsaan ke-21 yang berlangsung di Monumen Yogya Kembali, November 2018 lalu. Pada diskusi-diskusi kebangsaan sebelumnya, donasi buku dari PWS telah diserahkan kepada Forum TBM Kota Yogyakarta, Forum TBM Kabupaten Sleman, Forum TBM Kabupaten Bantul dan Forum TBM Kabupaten Kulonprogo. Kemudian pada Diskusi Kebangsaan ke-22 Desember 2018 lalu, donasi buku dari PWS diserahkan ke TBM “Cahaya” yang berlokasi di Malioboro Utara.
“Terima Kasih PWS”
Tri Sudaryani berterimakasih kepada PWS Yogyakarta yang menaruh kepedulian besar terhadap gerakan membangun dan mengembangkan budaya baca kepada masyarakat, terutama masyarakat di pedesaan, dengan memberikan donasi buku kepada Taman-taman Bacaan Masyarakat.
“Terima kasih PWS atas kesediaannya memberikan sumbangan buku kepada TBM-TBM. Dengan sumbangan buku-buku itu setidaknya tidak hanya sekadar menambah koleksi atau persediaan buku di TBM-TBM saja, tapi juga akan menambah peningkatan pengetahuan dan wawasan masyarakat. Melalui buku-buku dari donasi PWS itu masyarakat pembaca di TBM-TBM yang menerimanya akan memperoleh tambahan pengetahuan, wawasan dan gagasan-gagasan baru yang akan bermanfaat bagi peningkatan kehidupan. Dan, khusus di Gunungkidul, buku-buku dari donasi PWS itu dibagikan secara merata kepada TBM-TBM yang ada,” ujar Tri Sudaryani.
Tri Sudaryani mengaku, mengembangkan budaya baca demi menumbuhkan minat baca di kawasan pedesaan bukanlah hal yang mudah. Banyak kendala dan hambatannya. Bagi masyarakat desa yang sebagian besar berprofesi sebagai petani, waktunya tentu lebih banyak digunakan untuk bertani. Sedangkan membaca buku dan lainnya, seringkali dipandang sebagai sesuatu yang berlebihan. Tak jarang pula dipandang sebagai membuang-buang waktu saja.
“Tapi, sebagai pengelola TBM, sebagai pegiat literasi, kami tidak boleh putus ada dengan kondisi seperti itu. Kami terus berupaya dengan berbagai cara, misalnya dengan melakukan acara-acara atau kegiatan-kegiatan yang merangsang keinginan warga masyarakat untuk datang berkunjung ke TBM. Kami awali lebih dulu dengan berupaya menarik perhatian anak-anak usia PAUD dan SD. Jika anak-anak tertarik untuk datang ke TBM, dengan sendiri ibu-ibu pun akan ikut datang. Tujuannya semula untuk menemani, tapi kemudian tertarik juga untuk ikut membaca buku. Setelah anak-anak, barulah kemudian kami berupaya menarik perhatian para remaja, anak-anak muda-, orang-orang dewasa dan kalangan orang tua,” urainya.
Berbincang lebih jauh tentang TBM yang dikelolanya itu, Tri Sudaryani menjelaskan, TBM “Gubug Pintar” berdiri pada 2 Mei 2012. Pembentukannya berangkat dari keinginan masyarakat setempat untuk adanya tempat yang bisa dijadikan ajang kegiatan bagi anak-anak. Pilihannya pada Taman Bacaan Masyarakat, yang bisa dijadikan tempat anak-anak menambah pengetahuannya dengan membaca buku-buku dan bacaan-bacaan positif lainnya, disamping belajar dan bermain. Tak hanya itu. Pembentukan TBM itu juga sekaligus untuk menghidupkan kembali aktivitas Taman Pendidikan Alquran (TPA) yang sebelumnya pernah ada, tapi kemudian tersendat.
Dipilihnya Gubug Pintar sebagai nama TBM, menurut Tri Sudaryani, bukan tanpa alasan. Sebutan “gubug” lebih merakyat dan terasa lebih dekat dengan masyarakat di pedesaan. Gubug selalu dijadikan tempat istirahat sehabis bekerja di ladang, kebun. Dijadikan tempat para petani berbincang, bertukar pikiran, dan saling mempererat silaturrahmi antara satu sama lainnya.
Meski banyak kendala dan tantangannya, Tri Sudaryani tetap bertekad untuk mempertahankan dan terus mengembangkan TBM “Gubug Pintar” agar benar-benar bisa membantu masyarakat dalam menambah pengetahuan serta wawasan dirinya, agar tidak mengalami kesulitan dalam berusaha meningkatkan kehidupannya. Dan, sebagai Ketua Forum TBM Gunungkidul, ia pun bersama-sama para pengelola TBM di Guningkidul lainnya, akan terus berupaya dan berjuang dalam membangun budaya baca demi menumbuhkan minat baca masyarakat di Gunungkidul.
“Walaupun tinggal di desa, kami ingin juga turut serta membangun bangsa ini melalui kegiatan membangun budaya baca, demi menumbuhkan atau meningkatkan minat baca, terutama bagi masyarakat di pedesaan,” kata Tri Sudaryani. *** (Sutirman Eka Ardhana)