Pancasila telah selesai didiskusikan sebagai dasar negara dan falsafah bangsa. Ia harus menjadi rujukan dan panduan dalam menapaki hidup dan kehidupan. Harus beda mana seorang pancasilais dan mana yang gadungan. Inilah agenda besar bangsa ini, menandai diri dengan penuh kesadaran bahwa ia seorang pancasilais sejati.
Demikian benang merah ceramah Bupati Batang, H. Wihaji, S.Ag., M.Pd saat sarasehan memperingati Hari Kesaktian Pancasila di Taman Makam Pahlawan Kadilangu, Batang (Senin, 30/9/2019). Lebih jauh disampaikan, zaman bergerak sedemikian maju berkat masuknya ilmu pengetahuan dan teknologi. “Kita diberi banyak kemudahan, tetapi disitu muncul tantangan. Apakah anak-anak masih mencintai budayanya? Itulah sebabnya kita tak boleh berhenti mengajarkan nilai-nilai kepahlawanan dan kejuangan kepada generasi penerus” pesannya.
Malam Sarasehan Peringatan Hari Kesaktian Kabupaten Batang dihadiri ratusan siswa SMA/SMK, FKUB Batang, Pemuda Pancasila, Anshar, veteran, birokrat, dan unsur ormas dan masyarakat. Dalam pesan pidatonya, Kepala Kesatuan Bangsa dan Politik (Kesbangpol) Kabupaten Batang, Dr. H. Agung Wisnu Barata, M.Si., MM, menandaskan perlunya generasi muda membuka kembali ajaran dan keutamaan yang terkandung di dalam lima sila. “Jangan pahami Pancasila hanya sebagai teks semata yang dihapal, tetapi amalkan dalam kehidupan sehari-hari. Pancasila telah membuktikan diri sebagai payung dan pengayom bagi keberagaman bangsa Indonesia. Ideologi ini juga mampu membentengi bangsa kita dari pengaruh ideologi lain yang bertentangan dengan jatidiri bangsa” tandasnya.
Sedang elemen kepemudaan yang diwakili Ketua DPRD Batang, H. Yusuf Maulana, SIP menandaskan pentingnya generasi meneladani perjuangan para pahlawan saat merebut kemerdekaan. “Mereka yang bersemayam di taman makam pahlawan ini tentu merasa sedih bila melihat generasi penerusnya lebay dan tak memiliki semangat juang”.
Sementara itu elemen Petanesia (Pecinta Tanah Air Indonesia) yang juga dosen Sekolah Vokasi UGM, Wahjudi Djaja, S.S., M.Pd dalam uraian budayanya menguraikan proses akademis lahirnya Pancasila. “Pancasila adalah kunci integrasi nasional. Lahir dari diskusi dan perdebatan para pendiri bangsa yang berasal dari beragam latar belakang. Pancasila tidak jatuh dari langit, tetapi merupakan produk historis” kata penulis buku Pancasila dan Ideologi Besar Dunia itu.
Selaku elemen Petanesia, Wahjudi Djaja menyampaikan dhawuh Maulana Habib Luthfi (pendiri Petanesia) bahwa generasi muda perlu dibekali dengan teladan yang benar. “Ada lima kunci dasar Petanesia yang bisa dijadikan bahan rujukan, yakni cinta keberagaman, kebudayaan, persatuan, lingkungan, dan kemandirian” pesan dosen STIEPAR Yogyakarta ini. Dengan kelima sendi dasar itu, bangsa Indonesia akan yakin menatap kebangkitan pada 2045, imbuhnya.
Sementara itu, ketua panitia pelaksana sarasehan Hari Kesaktian Pancasila tahun 2019 Kabupaten Batang, Imanuel Ragil Budiyanto, dalam keterangannya menjelaskan latar belakang digelarnya sarasehan ini. “Kita perlu memperbanyak ruang-ruang dialogis lintas generasi lintas iman agar bisa menghilangkan sekat historis-psikologis. Masalah yang dihadapi bangsa ini semakin berat, tanpa adanya kesadaran sesama anak bangsa, sulit membayangkan kita bisa meraih tujuan didirikannya NKRI” tandasnya.
Acara yang sederhana namun sakral ini selesai menjelang tengah malam ditandai dengan pembacaan puisi renungan “Tentang Sebuah Kesaktian” karya Wahjudi Djaja. Puisinya dibacakan sendiri.