Sementara nama bunga ini sendiri mengandung arti yang dalam yaitu Wit (pohon) membikin tegak itu adalah bunga, mengandung artinya watak orang yang teguh, bermanfaat dan berguna bagi umat manusia. Sementara Wi, mengandung arti menguasai segala ilmu, ilmu tata lahir dan batin . Sedang Jaya berarti menang, ibarat unggul tanpa ngasorake, teguh tanpa meremehkan, asih tanpa pamrih. Kusuma dalam catatan Kraton Jawa (JPO) disebut sebagai tedhak turuning Ratu, maha ambeg utama berbudi luhur, pepindhaning rembesing madu maksudnya adalah bahwa sebagai keturunan seorang raja harus memiliki watak utama, berbudi luhur, ibarat sari dari madu.
Bunga dari pohon wijaya kusuma adanya hanya ada di Segara Anakan di Cilacap. Tidak sembarang waktu ada, tidak sembarang orang dapat mengambilnya. Hanya dengan jalan meditasi dan mensucikan diri secara khusuk mohon petunjuk dari yang maha kuasa, agar mendapatkan bisikan gaib untuk mengambil bunga tersebut dalam keadaan mekar. Biasanya pengabilan tersebut diserahkan kepada orang-orang sakti atas suruhan raja.
Simbolisme dari wijaya kusuma ini diharapkan menimbulkan perasaan tentram dan damai, bikin terang hati manusia, menjunjung tinggi perilaku asih, paramamarta, mengandung ajaran adigang, adigung, adiguna, tidak mementingkan diri sendiri, tidak sewenang-wenang ibarat : paring payung wong kang kudanan, paring teken wong kalunyon, paring sandang wong kawudan, paring pangan wong kaluwen
Untuk kesempurnaan ini harus disertai lakuu-tirakat secara teratur, serta selalu mohon kepada Yang Maha Kuasa agar jalan hidup ini diberkahi dan dituntun kearah karahayon. Begitulah yang diharapkan dari ciri-ciri orang yang mendapatkan bunga tersebut.
Bila kita runut dari Dinasti Mataram yang berkeyakinan bahwa raja Mataram yang baru dinobatkan dak akan sah diakui dunia kasar dan halus bila belum bisa memetik bunga Wijayakusuma.
Dr Damardjati mengungkap bahwa bunga ini merupakan pusaka keraton Dwarawati milik titisan Wisnu pelestari Alam, Batara Kresna.
Menurut kisah spiritual yang dituturkan turun temurun, pusaka kraton ini dilabuh di Laut Selatan sebelum Raja mangkat ke Swargaloka.
Atribut Prabu Kresna ini setelah dilabuh menjadi sebuah pohon batu . Letaknya di ujung timur Pulau Nusakambangan di selatan Cilacap.
Pulau Karangbandung dimana bunga itu berada di bawah kekuasaan Sakala Menteri Kehakiman RI. Tetapi di dimensi Niskala dikuasai oleh Ratu Kidul.
Menurut Babad Tanah Jawa, keturunan Majapahit juga merupakan titisan Wisnu dan wajib mecari bunga ini. Trah Mataram yang menjadi raja juga wajib hukumnya mencari pusaka ini.
Lantaran tempatnya terpencil, dan sulit serta dijaga ‘garnisun’ siluman diperlukan seorang yang bisa jadi perantara atau yang mumpuni dalam olah jiwa, demikian para abdidalem kraton Surakarta menjelaskan. Dulu untuk mencari mengambil pusaka ini syaratnya dari Surakarta harus jalan kaki dari Kartosuro, lewat Boyolali, Magelang-Temanggung, Cilacap kemudian menyeberang ke Pulau Karangbandung. Kadangkala. Perjalanannya saja sudah rumit. Belum lagi bila sampai di tempat pohon tersebut belum berbunga. Anehnya, kata Slamet Suseno, bunga pohon itu akan mekar bila diminta oleh sang pemetik.
Dan lucunya lagi tanpa diminta, bunga ini konon langsung jatuh ke bokor yang dibawa para abdi dalem tadi. Tidak seorang pun boleh melihat bunga itu. Hanya raja yang boleh memastikan yang dipersembahkan itu betul-betul bunga. Inilah yang akan meneruskan spirit kebijakan besatari Prabu Kresna ke Raja Mataram yang berkuasa. Wisnu menjadi acuan semangat raja Mataram. Namun tradisi ini pupus sejak 1894, sesudah itu menurut Slamet Suseno yang juga dikisahkan di Intisari mitos itu sampai sekarang masih hidup, bahkan ketika akan lengser keprabon pun Pak Harto konon mencoba untuk meraih pusaka ini, tetapi gagal.
Lalu mungkinkah mitos ini juga akan memakan pengganti-penggantinya kemudian?
Dari sisi botani bunga karang ini termasuk Kol Banda Pisonia Alba, daunnya ketika masih muda kuning lembut. Berbeda dengan wijawakusuma Pisonia Sylvestris itu hijau semua daunnya. Ternyata bunga ini di Karimunjawa, Pulau seribu, Puteran Madura dan di Bali pohon ini tumbuh membludag.
Bila di Jawa diyakini pembawa kearifan raja, di Cina bunga ini membawa hoki. bunga ini dikenal sebagai keng hwa. Asalnya sebenarnya dari Amerika Selatan, kemudian masuk ke Cina dan baru disebarkan ke Indonesia zaman Majapahit.
Dari jenis ini kemudian muncul sebutan ‘Queen of the Night’. Bunga-bunga ini hanya berbunga malam hari dan mekarnya pun hanya sebentar sekali.
Di bawah bayang-bayang mitor yang menyertai bunga itu semua pemilik bunga dewa ini kadang-kadang merelakan malamnya untuk menikmati mekarnya kuntum bunga yang prosesnya begitu cepat. Baunya wangi, dan esok harinya layu.
Ada kepercyaan pula bahwa siapa yang mampu melihat mekarnya bunga itu akan mendapatkan hoki. Dan dari sini berkembang hal-hal yang unik dan aneh. (Ki Juru Bangunjiwa)