Cina di zaman itu terlalu sibuk dengan pembangunan tembok, tetapi mereka lupa membangun manusia, sebelum membangun apapun. Dan itulah yang dibutuhkan oleh semua bangsa.
Ada pendapat bahwa apabila ingin menghancurkan peradaban sebuah bangsa, ada tiga cara untuk melakukannya: Pertama ‘ Hancurkan tatanan keluarga. 2. Hancurkan pendidikan. 3 Hancurkan keteladanan dari para tokoh dan ulama.
Untuk menghancurkan keluarga caranya dengan mengikis peranan ibu ibu agar sibuk dengan dunia luar, menyerahkan urusan rumah tangga kepada pembantu rumah tangga. Para ibu akan lebih bangga menjadi wanita karir ketimbang ibu rumah tangga dengan dalih hak asasi manusia dan emansipasi.
Kedua. Pendidikan bisa dihancurkan dengan cara mengabaikan peran guru. Kurangi penghargaan kepada mereka alihkan perhatian mereka sebagai pendidik dengan berbagai macam kewajiban administratif, dengan tujuan materi semata, hingga mereka abai terhadap fungsi utama sebagai pendidik sehingga semua siswa meremehkannya.
Ketiga untuk menghancurkan keteladanan para tokoh masyarakat dan ulama adalah dengan cara melibatkan mereka ke dalam politik praktis yang berorientasi materi (follow the maoney) dan jabatan semata. Hingga tidak ada lagi orang pintar yang patut dipercayai. Tidak ada orang yang mendengarkannya apalagi meneladani perbuatannya.
Apabila ibu rumah tangga sudah hilang, para guru yang ikhlas lenyap dan para ulama dan tokoh panutan sudah sirna, maka siapa lagi yang akan mendidik generasi dengan nilai nilai luhur ?
Inilah awal kehancuran yang sesungguhnya. Saat itulah kenhancuran bangsa akan terjadi sekalipun tubuhnya dibungkus oleh pakaian mewah, bangunan fisik yang megah dan naik mobil mewah. Semuaya tidak akan berarti apa apa rapuh dan lemah tanpa jiwa yang tangguh.
Pendapat ini merupakan cuplikan yang diadaptasi dari tulisan Jarred Diamond penulis peraih Pulitzer. Dalam sebuah pidatonya Jarred pernah mengatakan negara seperti Filipina, Indonesia, Columbia, merupakan beberapa negara yang peradabannya sebentar lagi punah.
Oleh karena itulah marilah kita segera cancut taliwanda memperbaiki sistem sosial dan pendidikan serta kebudayaan yang ada. Pertama tama kita perlu waspada terhadap ancaman bangsa ini dari sisi rumah tangga. Apalagi ternyata Globalisasi mempunyai akibat yang yang begitu memprihatinkan bagi bangsa ini.
Dan itu menjadi kenyataan bahwa peran perempuan di negeri ini digantikan televisi dan pembantu rumah tangga. Oleh karena itu bukant anpa sebab kalau angka perceraian makin tinggai lantaran para perempuan tidak lagi kerasan di rumah tetapi lebih memilih menjadi wanita karir. Memang tidak perlu disalahkan hal ini tetapi perlulah disadari bahwa peran wanita adalah pertama dan utama mendidik keluarga di rumah, baru kemudian di luar rumah. Ada baiknya apabila perlu dicari solusi yang baik selain mengembangkan PAUD juga adanya gerakan PKK yang perlu ditumbuhsuburkan di negeri ini.
Demikian juga para guru jangan sampai terbebanti oleh beban administrasi hanya demi uang, sehingga lupa mendidik dan mengajar. Perlu sistem yang baik bagi para guru untuk menjalankan profesinya sebagai seorang guru.
Sudah diprediksikan oleh Ir Soekarno pada tanggal 1 Desember 1930 di Pengadilan Bandung dengan judul “Indonesia Menggunggat”; Bung Karno memperingatkan kepada bangsa ini bahwa penjajahan bentuk baru tidak menggunakan senjata lagi tetapi dengan cara yang baru dengan modal besar, memasukan sistem politik baru dan merusak kebudayaan yang sudah ada.
Dan ternyata apa yang dikatakan Bung Karto tidaklah meleset. Lebih dari 86 tahun kemudian Pasar Bebas membuat modal besar jadi berkuasa di negeri ini. Banhak merubah nilai nilai keluhuran menjadi mengutamakan uang. Sekarang uang menjadi ukuran. Pasar Bebas menjadi senjata bagi negara negara kuat untuk mengobrak abrik tatanan di negara negara yang kurang kuat pendidikan dan kebudayaannya. Seperti negeri kita ini. Akibatnya apa yang berhubungan dengan hal hal yang berkaitan dengan kepentingan rakyat semakin jauh dari harapan.. Karena semua sudah dibeli dengan uang. Bahkan hampir semua kepentingan masyarakat dibeli oleh modal besar. Untunglah kita masih mempunyai presiden yang peduli dengan rakyat yang meski dengan susah payah berhasil membangun kepentingan rakyat terutama yang jauh dari keramaian.
Sepertinya iklan dan sebangsanya diorientasikan oleh sang pemilik modal untuk keuntungan mereka sendiri. Demikian pula sistem politiknya dibuat ‘one man one vote’. Satu orang satu suara. Padahal dahulu sistem politik kita adalah “Musyawarah untuk mufakat”, selaras Pancasila. Karena pertimbangan mayoritas dan minoritas itulah kesepakatan itu dimasukkan dalam Pancasila.
Kalau satu orang satu suara bisa menjadikan keributan dan perpecahan karena hal ini membuat pertengkaran dan mesti ada yang dikalahkan dan ada yang kurang senang. Bahkan bis ajadi yang kalah bisa ngamuk karena tidak menerima dengan legawa.
Yang membuat semakin prihatin adalah budaya yang tergantung uang. Kalau tidak ada dana atau uang tidak jalan. Malahan keutamaan dan nilai nilai luhur di jaman silam yang dijunjung tinggi sekarang dijungkirbalikkan oleh apa yang dinamakan fulus itu.
Semua dinilai dengan uang. Bahkan keberhasilan seseorang dinilai dengan uang. Seberapa besar uangnya, seberapa berkuasanya dan semua dinilai dengan gebyar keduniawian. Seolah olah manusia disihir oleh uang. Hal ini mengingatkan pesan leluhur yang mengatakan:” Kecopak iwak, kumerlape pupu kuning, kemrincinge dhuwit.” Artinya eloknya ikan, indahnya betis, dan pesona uang. Oleh karena itu hidup manusia makin mengunggulkan diri pribadi semakin egois, materialistis, hedonistis, dan narsis. Dimana mana swafoto ingin terkenal. Tidak ada sikap kerendahan hati sedikitpun.
Sedangkan kebijaksaan utama di Nusantara yang dulu dijunjung tinggi sekarang ditinggalkan dan ditanggalkan. Apalagi Pancasila yang menjadi dasar negara kelihatan sudah tidak berdaya. Padahal seharusnya menjadi ‘Code of conduct”, aturan perilaku bangsa.
Semakin memprihatinkan lagi adanya budaya amoral LGBT, Lesbi, gay dan sebagainya. Moral bangsa dirusak, Semangat nasionalisme direduksi. Belum lagi adanya serangan narkoba dan minuman keras yang bukan merupakan tradisi bangsa Nusantara membuat bangsa rusak..
Untuk mencegahnya adalah dengan gerakan masyarakat dari tingkat rumah tangga dengan menggalakkan pendidikan usia dini (PAUD), mendudukkan wanita di dalam rumah tangga kembali, agar serangan musik jiwa globalisasi tidak mengikis habis peran perempuan di Nusantara ini. Selain itu Gerakan PKK di kampung dan desa perlu diaktifkan kembali. Bahkan juga kelompok yang ada di desa perlu diberi dorongan untuk bisa bertumbuh.
Sebuah kekuatan yang benar benar bisa diandalkan untuk menghadapi serangan itu tidak lain adalah masyarakat adat dan kabudayan, termasuk Kraton Nusantara. Perlu adanya badan atau dewan pengawas kebudayaan di masyarakat setara kementerian.
Bisa jadi berwujud dewan kebudayaan yang bisa menumbuhkembangkan kebudayaan di daerah sehingga mampu merenda kamebali peradaban Nusantaran. Diharapkan para tokoh masyarakat yang mempunyai kewibawaan perlu menghidupkan kembali kearifan lokal yang mengetengahkan kerukunan, toleransi, gotongroyong dan yang unggul di bidan seni dan .
Sedangkan para ulama harus bisa mengejawantahkan ajaran dalam kesalehan umat di dalam perilaku yang saleh, tidak hanya kesalehan formal saja.
Langkah utama yang perlu ditempuh adalah inventarisasi, konsolidasi gerakan menyusun kekuatan tradisi, kebijakan dan kearifan lokal. Gerakan ini didasarkan pada peradaban negara maritim yang tata titi tentrem karta raharja serta adil makmur, unggul dan sentosa.
Sedang ciri yang terlihat adalah adanya rakyat yang beraneka ragam, multi etnis, agama,golongan, suku yang hidup secara harmoni dalam suasana kebhinekatunggal-ikaa, yang bisa berdiri sederajat dengan bangsa lain di dunia dalam tatanan dunia yang mengedepankan kesetaraan dan nilai nilai kemanusiaan.
Rakyatnya pintar dan mempunyai jati diri dengan akhlak yang mulia. Tatanan masyarakat berkeadilan sosial dan taat hukum serta azas. Tatanan politik selalu mengedepankan sistem perwakilan/permusyawaratan yang ditandai dengan adanya wakil dari suku atau etnis, adat budaya, golongan, agama di dalam lembaga lesgislatif dan MPR. Sedangkan ciri terakir pemerintahannya dilaksanakan oleh para birkrat yang bersih, mempunyai semangat pelayanan dan disiplin yang tegus serta amanah. Dengan begitu negara ini bisa lestari berdasarkan Pancasila dengan pilar UUD 1945, atapnya Negara Kesatuan Republik Indonesia, dengan aturan Undang Undang dalam rangkaian semboyan Bhineka Tunggal Ika tan Hanna Dharma Mangrwa.
*) Sugeng Wiyono Al, Wartawan Warta Kebangsaan, dan Portal perwara.com