Jumat , 11 Oktober 2024
Ilustrasi (ft. net)

Media Sosial Kini Menakutkan

Bukan menakuti. Ini serius. Ancaman media sosial dari dampak negatifnya sungguh menakutkan. Tatanan kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara, bisa rusak. Bahkan siapa pun bisa kehilangan akal.

Sudah banyak pasangan suami istri bercerai gara-gara media sosial. Kerukunan dalam keluarga pun jadi berantakan. Antaranggota keluarga saling memusuhi. Kebencian akhirnya mengoyak persaudaraan.

Juga cukup banyak pengguna media sosial dipidana karena melanggar Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE). UU ITE bunyinya, siapa pun masyarakat yang membuat konten negatif, ujaran kebencian, hoax (berita bohong) dan menyebarkannya, bisa dikenakan hukuman penjara serta denda.

Fitnah dan caci-maki biasanya “dibungkus” dalam informasi abal-abal di media sosial. Tanpa konfirmasi, tudingan yang menyudutkan terkadang menyakitkan. Siapa pun bisa melakukannya, dan siapa pun bisa menjadi korban perbuatan keji itu.

Di tahun politik saat ini, media sosial menjadi pilihan untuk digunakan menyerang lawan. “Perang cuitan” di twitter antarelite partai politik kini menjadi hal yang biasa. Anggota dewan pun ikut-ikutan. Bahkan tim pemenangan pasangan calon presiden-calon wakil presiden tak mau ketinggalan, menggunakan media sosial untuk menghadapi lawan. Menyerang lawan.

Mungkin di pikiran mereka yang ada bagaimana cara mengoptimalkan penggunaan media sosial untuk menyerang lawan hingga “terjungkal”. Cara ini memang efektif, karena kecepatan media sosial  menyebarkan informasi tanpa batas, dan menembus penyekat apa pun yang ada di masyarakat.

Keunggulan dan kecepatan media sosial dalam menyebarluaskan informasi apa pun sangat luar biasa. Media massa arus utama (mainstream) bahkan kalah cepat. Tapi media massa arus utama dijamin lebih akurat informasinya atau beritanya ketimbang media sosial.

Keakuratan informasi atau berita dari media massa arus utama selalu dijaga melalui proses konfirmasi, atau dicek kebenarannya, dan prosedur baku lainnya di keredaksian. Sedangkan media sosial tidak melakukan tahapan atau proses itu semua. Informasi apa pun langsung menyebar dengan cepat ke mana-mana.

Simak juga:  Jadikan Media Sebagai Arena Perang Hancurkan Hoax

Tetapi anehnya kini tidak sedikit media massa arus utama memanfaatkan media sosial untuk mendapatkan informasi atau berita. Terkadang karena alasan untuk mengejar kecepatan, informasi itu tidak dicek ulang. Tidak dikonfirmasi. Keharusan untuk konfirmasi guna mengetahui kebenaran informasi tersebut diabaikan. Ini sangat memprihatinkan.

Kegaduhan di negeri ini tampaknya salah satu penyebabnya karena penggunaan media sosial yang tidak bijaksana. Tidak dewasa. Tidak berpikir bagaimana dampak yang bisa ditimbulkan akibat berita bohong yang disebarluaskan melalui media sosial. Juga berita atau informasi untuk adu domba.

Penggunaan media sosial untuk kepentingan sesaat. Untuk menghujat. Menyebar ujaran kebencian untuk kepentingan politik dan meraih kekuasaan, rasanya semakin menakutkan. Tapi ini yang sekarang banyak dilakukan.

Elite-elite partai politik kini “berperang” menggunakan media sosial. Mereka saling menyerang. Rasa persaudaraan, dan kewajiban menjaga persatuan dan kesatuan sebagai anak bangsa di negeri ini, sirna karena emosi dan ambisi guna meraih kemenangan untuk kekuasaan.

Kebencian dan permusuhan, itu yang mereka kedepankan. Hanya karena berbeda “gerbong”. Tidak seperjuangan. Tidak berada di kubu yang sama. Mereka “habis-habisan” saling menuding, menuduh, memojokkan, dan bahkan menfitnah melalui media sosial. Tujuannya hanya satu yaitu lawan terjungkal.

    

Sebelum Terlambat

Sebelum terlambat. Sebelum semuanya “babak belur” karena penggunaan media sosial yang ngawur, segeralah sadar. Media sosial sebagai kemajuan teknologi, harus disikapi dan digunakan secara bijaksana. Tidak disalahgunakan untuk tujuan jahat. Tidak digunakan untuk perjuangan meraih keinginan, tetapi merugikan orang lain, atau pihak lain.

Pergunakan media sosial secara bermartabat untuk tujuan maupun kepentingan yang bermartabat pula. Sementara itu, adanya UU ITE dimaksudkan sebagai rambu agar pengguna media sosial tidak melanggar undang-undang tersebut, yang bisa menyeretnya ke ranah hukum.

Simak juga:  Renungan Ramadan: Agama Akhlak di Abad 21

Penelitian terbaru yang dilakukan We Are Social, perusahaan media asal Inggris yang bekerja sama dengan Hootsuite menyebutkan, kini ada sekitar 130 juta jiwa penduduk Indonesia yang aktif menggunakan media sosial, mulai dari Facebook, Twitter, Instagram dan lainnya.

Disebutkan pula bahwa pada Januari 2018 dari total penduduk Indonesia sebanyak 265,4 juta jiwa, penetrasi penggunaan internet mencapai 132,7 juta pengguna.

Apabila membandingkan antara jumlah pengguna internet dengan pengguna media sosial berdasarkan data itu, berarti sekitar 97,9 persen pengguna internet di Indonesia sudah menggunakan media sosial.

Sedangkan jika dibandingkan dengan total penduduk Indonesia 265,4 juta jiwa, sekitar 48 persennya telah menggunakan media sosial.

Juga disebutkan, rata-rata orang Indonesia menghabiskan tiga jam 23 menit dalam sehari untuk mengakses media sosial.

Kini yang memprihatinkan adalah penggunaan media sosial untuk kepentingan pragmatis. Kepentingan yang diperjuangkan dengan pikiran yang dangkal, dan terkadang seperti kehilangan akal.

Media sosial jika digunakan secara tidak bijaksana, bahkan membabi-buta, maka ujung-ujungnya hanya akan membuahkan perkara. Mudahnya orang menuduh, menfitnah, mencaci-maki, memusuhi, dan membenci, kini banyak dijumpai dan menyebar di media sosial.

Tentunya kita tidak ingin negeri ini selalu gaduh oleh pertengkaran di media sosial. Apalagi di tahun politik seperti sekarang, sulit menahan diri karena dikuasai emosi. Sulit bersikap tenang karena selalu ditantang. Dan sulit bersikap bijak karena merasa diinjak.

Mari membiasakan diri menggunakan media sosial dengan pikiran dan sikap yang dewasa serta bijaksana. Media sosial akan selalu melekat dengan masyarakat. Tetapi masyarakat jangan sampai “rusak” karena ketidakdewasaan dalam menggunakan media sosial.*** (Masduki Attamami/Dari berbagai sumber)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *