Membaca Lambang di Balik Jokowi Mantu
Ketika menyimak Jokowi Mantu ada ritual siraman. Namun sebelum itu ada upacara Ngabekten ndulang pungkasan sebagai tanda bahwa Jokowi melepas putranya menuju alam kedhewasaan sebagai seorang calon ibu. Bahkan setelah itu juga dilakukan ritual Dodol Dhawet yang dilakukan oleh orang tua calon penganten sebagai sebuah ritual yang penuh makna.Kata Siraman sendiri berasal dari kata dasar “siram” (bahasa Jawa) yang berarti mandi. Yang dimaksud dengan upacara adat siraman adalah memandikan calon pengantin yang mengandung simbol membersihkan diri agar menjadi suci dan murni. Bahan-bahan dan perlengkapan yang diperlukan untuk malaksanakan upacara siraman adalah: Kembang setaman secukupnya, Lima macam konyoh panca warna atau penggosok badan yang terbuat dari beras kencur yang diberi pewarna, Dua butir kelapa hijau yang tua yang masih ada sabutnya. Kendi atau klenting. Tikar ukuran ½ meter persegi. Mori putih ½ meter persegi. Daun-daun : kluwih, koro, awar-awar, turi, dadap srep, alang-alang. Dlingo bengle. Lima macam bangun tulak atau kain putih yang ditepinnya diwarnai biru.Satu macam yuyu sekandang. Maksudnya kain lurik tenun berwarna coklat ada garis-garis benang kuning. Satu macam pulo watu (kain lurik berwarna putih lorek hitam), 1 helai letrek (kain kuning), 1 helai jinggo (kain merah). Sampo dari londo merang. Larutan ini didapat dari merang yang dibakar didalam jembangan dari tanah liat kemudian saat merangnya habis terbakar segera apinya disiram air. Nah air inilah yang dinamakan air londo. Asem, santan kanil, 2 meter persegi mori, 1 helai kain nogosari, 1 helai kain grompol, 1 helai kain semen, 1 helai kain sidomukti atau kain sidoasih. Sabun dan handuk.
Saat akan melaksanakan siraman didahului dengan petuah-petuah dan nasihat serta doa-doa dan harapan yang di simbulkan dalam: Tumpeng robyong. Tumpeng gundul. Nasi asrep-asrepan. Jajan pasar, pisang raja 1 sisir, pisang pulut 1 sisir, 7 macam jenang. Empluk kecil (wadah dari tanah liat) yang diisi bumbu dapur dan sedikit beras. 1 butir telor ayam mentah. Juplak diisi minyak kelapa. 1 butir kelapa hijau tanpa sabut. Gula jawa 1 tangkep. 1 ekor ayam jantan.
Untuk menjaga kesehatan calon pengantin supaya tidak kedinginan maka ditetapkan hanya tujuh orang yang boleh memandikan. Dalam bahasa Jawa tujuh sama dengan pitu ( Jawa ) yang berarti pitulung (Jawa). Hal ini mengandung makna pertolongan. Upacara siraman ini diakhiri oleh juru rias (pemaes) dengan memecah kendi dari tanah liat.
Umumnya ketika tengah melakukan siraman diiringi dengan tembang Dhandhanggula sebagai berikut:
- Gya siniram hangganya Sang Putri, Tirta wening kang amawa cahya, Beborèh rekta warnané, Ginosok hangganipun, Sinarengan mantra kang mijil, Larut memalanira, Ngaléla dinulu, Watak setya tinarbuka, Tangguh tanggon teguh tumanggaping kardi, Santosa budinira.
Segeralah disiram tubuh sang putri, Dengan air jernih yang berkilauan, Diluluri dengan lulur berwarna merah, Sembari digosok badannya, Disertai dengan doa dan pujian syukur yang terucapkan, Larutlah segala sakit dan luka, Sungguh mempesona bila dipandang, Berwatak setia dan terbuka, Tangguh, bisa dipercaya, teguh, cekatan dalam menyelesaikan pekerjaan/kewajiban, Sentosa/kuat dalam berpendirian.
- Sumamburat cahyanya nelahi, Ngégla cetha katon angaléla, Datan sisip pamawasé, Langking beborèhipun, Puji harja mijil pangèsthi, Prawira watakira, Luhur budinipun, Tuhu tresna mring sasama, Luluh lulus lila legawa tan lali, Kalis ing sambékala.
Samar-samar terlihatlah cahaya menyinari, Tampak indah mempesona, Hitam warna lulurnya, Doa mohon keselataman terucapkan, Berwatak berani laksana ksatria, Berbudi pekerti luhur, Sungguh-sungguh mengasihi sesama, Pandai membaur, tulus, sert selalu berbuat baik dengan ikhlas dan sepenuh hati, Terhindar dari segala marabahaya.
- Angenguwung malengkung kaèksi, Gilar-gilar sumunar ing warna, Mancorong jenar urubé, Warna jenar puniku, Watak sabar ingkang pinanggih, Utama lan narima, Waspadèng pandulu, Mardu mardawa micara, Mawuhara tata, titi, tatas, titis, Dadya tepa tuladha.
Tampak membubung tinggi seolah melengkung, Bersinar terang dalam nuansa warna, Berpijar cahaya berwarna kuning, Warna kuning itu melambangkan watak yang selalu sabar, Berperilaku terpuji dan berserah diri kepada kehendak Tuhan, Memiliki sifat dan sikap yang selalu waspada dan hati-hati, Lemah-lembut dan menyenangkan dalam berbicara, Dalam bercakap-cakap menggunakan bahawa yang baik, berhati-hati, serta tiada hal penting yang terlewatkan, Sehingga mampu menjadi suri-teladan.
- Katon padhang sumilaking warni, Surya, candra, daru lan kartika, Dadya sajuga soroté, Beborèh warna biru, Setya tuhu ajrih lan asih, Tresna marang sudarma, Bekti watakipun, Trap susila anuraga, Datan sisip nggènira manembah Gusti, Bagya mulya sinedya.
Tampaklah terang benderang dalam nuansa warna-warni, Matahari, rembulan, komet dan bintang-gemintang, Semua sinar cahayanya menyatu, Lulur berwarna biru, Melambangkan kesetiaan, selalu menghormati dalam kasih sayang, Senantiasa mencintai kedua orang tua, Dan selalu berbakti kepada mereka, Sopan dan santun dalam bersikap, Tiada pernah lupa bersyukurdan berdoa kepada Tuhan, Senantiasa mengupayakan kebahagiaan dan kesejahteraan hidup.
- Ganda arum ingkang angebeki, Warna-warna warnining kang sekar, Katingal wening tirtané, Wungu beborèhipun, Mengku werdi ingkang sejati, Lega lila ing nala, Éklas watakipun, Wahyu mulya kang sinedya, Bagus alus tulus lair trusing batin, Mulya tekèng delahan.
Bau harum yang semerbak memenuhi, Berasal dari beraneka macam bunga, Air pun terlihat jernih, Lulur berwarna ungu, Mengandung makna yang mendalam, Tiada pernah berkeluh-kesah meski hanya di dalam hati, Ikhlas sepenuh hati menjadi wataknya, Mengharap dan mengupayakan turunnya berkah, Terpuji dan halus tingkah laku, tulus lahir maupun batin, Terpandang dan dihargai hingga akhir hayat.
- Werdi agung pralambanging urip, Amancurat cahya kang katingal, Warna séta beborèhé, Langgeng nggènnya amengku, Datan wudhar dènnya angèsthi, Manembah Maha Nata, Gusti Maha Agung, Netepi jejering titah, Amung pasrah-sumarah ngarsa Hyang Widhi, Sandika ngèstu pada.
Makna luhur perlambang dan gambaran hidup, Terlihat memancar laksana cahaya, Lulur berwarna putih, Abadilah dalam kebersamaan, Tak pernah berhenti dalam berdoa dan bersyukur, Berbakti kepada Sang Maha Raja (Tuhan), Tuhan Yang Maha Agung, Memenuhi kewajiban sebagai umat manusia, Selalu berserah diri di hadapan Ilahi, Serta bersedia dan siap melaksanakan/menerima kehendak-Nya.
- Paripurna nggènira sesuci, Siram jamas reresik sarira, Kang minangka pungkasané, Wilis beborèhipun, Wicaksana wataking jalmi, Kéblat panembahira, Pana ing pandulu, Cinaketan mring Hyang Suksma, Lekasira pantes tinulad sasami, Purwa madya wasana.
Selesai sudah dalam bersuci, Mandi keramas membersihkan diri, Yang menjadi penutup, Lulur berwarna hijau, Bijaksanalah sebagai manusia, Tekun dalam bersujud syukur, Waspada, berhati-hati dalam berpikir dan bert-indak, Dengan demikian pasti akan selalu dilindungi oleh Tuhan, Segala tingkah lakunya akan pantas menjadi suri-teladan, Dari awal, pertengahan, hingga akhir hayatnya. (Ki Juru Bangunjiwa)