Masa Pendudukan Jepang
Menurut Ryadi Gunawan, sejak pemerintah pendudukan Jepang berkuasa di negeri ini, kehidupan sejarah perfilman kita mengalami suasana yang berbeda dengan masa-masa sebelumnya. Semua perusahaan film yang ada, yang sebagian besar merupakan milik orang-orang Cina, disita dan ditutup oleh pemerintah pendudukan Jepang melalui Jawa Eiga Kosha (Java Motion Picture Corporation) yang dibentuk pada bulan Oktober 1942. (Lihat – Sejarah Perfilman Indonesia, Prisma 4, 1990).
Masih menurut Ryadi Gunawan, setelah kejadian itu, untuk melaksanakan kebijaksanaan perfilman oleh pemerintah pendudukan Jepang, dibentuk dua lembaga yang berbeda fungsinya untuk menangani perfilman. Kedua lembaga itu adalahNichi’ei/Nippon Eigasha (Japan Motion Picture Company) yang bertugas memproduksi film, dan Eihai/Eiga Haikyusha (Motion Picture Distributing Company) yang bertugas memasarkan film. Setelah terbentuknya kedua lembaga itu pada bulan April 1943, maka Jawa Eiga Kosha dibubarkan dan segala tugasnya diambil alih oleh kedua lembaga itu.
Di dalam perjalananya, Nichi’ei/Nippon Eigasha ternyata hanya memproduksi beberapa film pendek yang berisi propaganda Jepang, seperti Berdjoeang, Keseberang, dan Amat Heiho. Sedangkan Eiga Haikyusha hanya memasarkan film-film propaganda yang datang dari Jepang sendiri.
Masa Kemerdekaan
Setelah Jepang menyerah kepada Sekutu dan Indonesia memproklamirkan kemerdekaannya pada 17 Agustus 1945, dunia perfilman kita memasuki babak baru, di mana semangat kemerdekaan dan rasa nasionalisme yang tinggi sangat mewarnai cerita-cerita film. Pada masa-masa inilah muncul sejumlah tokoh perfilman nasional, di antaranya dua nama terkemuka Usmar Ismail dan Djamaluddin Malik.
Perkembangan dunia perfilman di tanah air kita setelah masa kemerdekaan itu oleh Misbach Jusa Biran dibagi dalam beberapa masa. Pertama, masa perang (1942-1949). Misbach memasukkan tahun 1942 karena menurutnya sejak 1942 sampai 1945 merupakan masa pendudukan Jepang, sedang 1945 sampai 1949 disebutnya sebagai masa Revolusi Fisik atau Perang Kemerdekaan. Kemudian kedua, masa bangkit dan hancur (1950-1957). Ketiga, masa penyemaian konsep ideologi (1957-1966). Dan keempat, masa perletakan landasan-landasan (sejak 1967).
Sejak masa perletakan landasan-landasan itu hingga hari ini dunia perfilman Indonesia terus mengalami masa-masa yang menarik untuk disimak dan dikaji. Pada masa-masa ini dunia perfilman Indonesia mengalami pasang surut dan naik-turun baik dari segi produksi, kuantitas dan kualitas. Sejumlah bintang dan sineas terpandang muncul di masa-masa ini. Dan, setelah era reformasi, dunia perfilman Indonesia diwarnai pula dengan munculnya sejumlah sineas dan bintang muda yang mengusung suara-suara kebebasan dalam berkarya.