Konon, kedua penguasa laut di Jawa itu pernah bersiteru dan terlibat perang tanding yang dahsyat. Tapi karena keduanya sama-sama kuat, sama-sama sakti mandraguna, maka di antara mereka tak ada yang kalah.
Karena sama-sama kuat, akhirnya Ratu Kidul dan Dewi Lanjar melakukan gencatan senjata. Mereka berunding, lalu membuat kesepakatan membagi laut di seputar Pulau Jawa dalam dua wilayah kekuasaan. Ratu Kidul menguasasi Laut Selatan, sedang Dewi Lanjar menguasai kawasan Laut Utara. Mereka pun sepakat untuk tidak saling mengganggu.
Kecantikan Dewi Lanjar sangat terkenal, terutama pada sebagian masyarakat di Pantai Utara Jawa. Kecantikannya diyakini menyaingi kecantikan Ratu Kidul yang kosohor itu.Bahkan ada yang percaya, tak ada perempuan, baik manusia maupun masyarakat lelembut, seperti jin, siluman dan semacamnya yang mampu menyaingi kecantikan keduanya. Dan, kecantikan Dewi Lanjar, konon melebihi bidadari di kayangan. Akan tidak semua orang bisa atau mampu melihat kecantikan Dewi Lanjar. Masyarakat di sepanjang pantai utara Pulau Jawa, seperti di Indramayu, Pekalongan dan lainnya percaya bahwa hanya orang-orang terpilih atau orang-orang yang punya kemampuan linuwih, dan telah melakukan lelaku khusus yang dapat melihat kecantikan sang ratu Laut Utara itu.
Sebagian masyarakat Pantura, terutama di sekitar Pekalongan, percaya bahwa Dewi Lanjar merupakan ratu penguasa laut yang baik dan murah hati. Ia dipercaya suka memberikan pertolongan. Wakaupun untuk pertolongan itu ada persyaratannya. Selain itu, Dewi Lanjar juga dipercaya sebagai penguasa laut yang ramah dan jarang murka. Akan tetapi, bila merasa tersinggung atau terhina, maka ia bisa murka atau marah. Bahkan, bila sudah marah, konon ia bisa melakukan tindakan sadis dan maha kejam.
Diyakini pula, Dewi Lanjar merupakan ratu kerajaan siluman yang tidak mau mengganggu ketenteraman manusia di alam nyata. Bila di kerajaannya ada perhelatan atau hajatan, ia tidak pernah mencari atau mendatangkan tenaga kerja dari dunia nyata.
Ia baru mau menerima kehadiran manusia di kerajaannya, apabila sebelumnya manusia itu sendiri memang sudah berjanji bersedia mengabdi. Perjanjian atau kesediaan untuk mengabdi itu biasanya dilakukan ketika manusia bersangkutan minta pertolongan kepadanya.
Slamaran
Masyarakat sekitar Pantura Jawa percaya, jika kawasan Slamaran, Pekalongan, merupakan lokasi yang sering digunakan Dewi Lanjar untuk menampakkan diri. Slamaran diyakini sebagai tempat peristirahatannya di alam nyata.
Karena itu bagi mereka yang ingin bertemu atau meminta pertolongan kepadanya, memilih bersemedi di Slamaran. Tidak semua orang yang bersemedi di tempat itu ditemui oleh Dewi Lanjar. Hanya yang bernasib mujur saja yang bisa bertemu dengannya.
Mereka yang bersemedi dan ingin bertemu Dewi Lanjar itu datang dengan berbagai maksud dan tujuan. Ada yang minta pertolongan agar hidupnya dibebaskan dari kemiskinan. Ada yang minta usaha bisnisnya berkembang. Ada yang minta kariernya meningkat. Serta banyak lainnya lagi. Dan, bukan mustahil pula, di saat-saat menjelang Pemilu 2009, ada juga calon legislatif yang datang minta bantuan agar bisa berhasil jadi anggota legislatif.
Bila ditemuinya, maka bagi Dewi Lanjar tidak ada kata tidak untuk permintaan pertolongan. Asalkan si pemohon pertolongan bersedia memenuhi persyaratan yang diajukannya. Syarat utamanya tentu bersedia memberikan tumbal.
Konon, tumbalnya adalah orang-orang yang disayangi si peminta pertolongan. Si pemohon berjanji bersedia menyerahkan orang yang disayangi itu untuk mengabdi kepada Dewi Lanjar. Bila tak ingin menyerahkan orang yang disayanginya, si pemohon dapat menjanjikan dirinya sendiri untuk dijadikan tumbal.
Tak jarang terjadi, si peminta pertolongan mundur atau membatalkan keinginannya setelah tahu beratnya syarat yang diberikan. Si pemohon mungkin berpikir, keluarga atau orang-orang tersayang jauh lebih berharga dibanding kekayaan sebanyak apapun. Namun jika si pemohon lebih mementingkan kekayaan atau keberhasilan bisnisnya, maka apa pun ia lakukan.
Biasanya, bila yang dijadikan tumbal dirinya sendiri, maka si pemohon mengajukan persyaratan bersedia mengabdi kepada Dewi Lanjar pada batas waktu tertentu. Misalnya, setelah usianya di atas 60 tahun, 70 tahun, atau lainnya.
Sebagian masyarakat di Pantura juga percaya bahwa Dewi Lanjar sangat pemurah.Jika ada yang sudah bersedia memberikan tumbal, ia tidak akan seketika itu juga meminta tumbal diserahkan. Ia selalu memberikan batas waktu yang cukup longgar. Apalagi bila yang dijadikan tumbal itu orang terdekat atau yang disayangi si pemohon.
Masyarakat juga percaya, bahwa orang yang menjadi tumbal itu dapat diketahui dari warna tubuhnya ketika meninggal dunia. Setelah menjadi mayat, warna tubuhnya menjadi agak kehijauan. Benarkah demikian? Wollohualam bi sawaf. *** (Sutirman Eka Ardhana)